Friday, September 9, 2011

NAJIS YANG BISA BERUBAH MENJADI SUCI

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
[ فَصْلٌ ] فىِ بَياَنِ الإِسْتِحاَلَةِ وَالمُطَهِّرِ المُحِيْلِ (الَّذِى يَطْهَرُ) هُوَ مِنْ باَبِ قَتَلَ وَقَرَبَ أَىْ يُنْقِى وَيَبْرَأُ (مِنَ النَّجاَساَتِ ثَلاَثَةٌ) ؛
أَحَدُهاَ (الخَمْرُ) بِغَيْرِ تاَءٍ وَهِىَ كُلُّ مُسْكِرٍ وَلَوْ مِنْ نَبِيْذِ التَّمَرِ أَىْ مِنَ المَتْرُوْكِ مِنْهاَ حَتَّى يَشْتَدَّ أَوْ القَصْبِ أَوْ العَسْلِ أَوْ غَيْرِهاَ مُحْتَرَمَةٌ كاَنَتْ الخَمْرُ وَهِىَ الَّتِى عُصِرَتْ بِقَصْدِ الخَلِيَّةِ أَوْلاَ بِقَصْدِ شَيْءٍ
أَوْ الَّتِى عَصَرَهاَ الكاَفِرُ أَمْ لاَ وَهِىَ الَّتِى عُصِرَتْ بِقَصْدِ الخَمْرِيَّةِ وَكاَنَ العاَصِرُ مُسْلِماً وَيَجِبُ إِراَقَتُهاَ حِيْنَئِذٍ قَبْلَ التَّخَلُّلِ
(إِذاَ تَخَلَّلَتْ بِنَفْسِهاَ) أَىْ مِنْ غَيْرِ مُصاَحِبَةٍ عَيْنٍ فَهِىَ طاَهِرَةٌ
ِلأَنَّ عِلَّةَ النَّجاَسَةِ الإِسْكاَرُ وَقَدْ زاَلَ •إِراَقَتُهاَوَِلأَنَّ العَصِيْرَ غاَلِباً لاَيَتَخَلَلُ إِلاَّ بَعْدَ التَّخَمُّرِ فَلَوْ لَمْ نَقُلْ بِالطَّهاَرَةِ لَتَعَذَرَ اتِّخاَذُ خَلٍّ مِنَ الخَمْرِ وَهُوَ حَلاَلٌ إِجْماَعاً
وَيَطْهُرُ دَنُّهاَ مَعَهاَ وَإِنْ غَلَّتْ بِنَفْسِهاَ حَتَّى ارْتَفَعَتْ وَتَنَجَسَ بِهاَ ماَتَلَوَثَ فَوْقُهاَ بِغَيْرِ غِلَياَنِهاَ مِنْ دَنِهاَ
أَمَّا إِذاَ تَخَلَّلَتْ بِمُصاَحِبَةِ عَيْنٍ وَإِنْ لَمْ تُؤَثِّرُ فىِ التَّخْلِيْلِ كَحَصاَةٍ فَلاَ تَطَهَّرَ لِتَنَجُسِهاَ بَعْدَ تَخَلُّلِهاَ بِالعَيْنِ الَّتِى تَنَجَسَتْ بِهاَ قَبْلَ التَّخَلُلِ

(وَ) ثاَنِيْهاَ (جِلْدُ المَيْتَةِ إِذاَ دُبِغَ) أَىْ انْدَبَغَ وَلَوْبِوُقُوْعِهِ بِنَفْسِهِ أَوْ بِإِلْقاَئِهِ عَلَى الدَّابِغِ عَلَيْهِ بِنَحْوِ رِيْحٍ
وَمْقْصُوْدُ الدِّبَغِ نَزْعُ فُضُوْلِهِ وَهِىَ رُطُوْبَتُهُ الَّتِى يُفْسِدُهُ بَقاَؤُهاَ وَيُطِيْبُهُ نَزْعُهاَ
بِحَيْثُ لَوْ نَقَعَ فىِ الماَءِ لَمْ يُعَدْ إِلَيْهِ النَّتْنُ وَالفَساَدُ وَذَلِكَ إِنَّماَ يَحْصُلُ بِحَريْفٍ أَىْ ماَ يَلْذَعُ اللِّساَنُ بِحِراَفَتِهِ عِنْدَ ذَوْقِهِ وَلَوْكاَنَ نَجْساً كَذُرْقِ طَيْرٍ أَوْعاَرِياً عَنِ الماَءِ
•لِلأَنَّ الدَّبْغَ إِحاَلَةٌ لاَ إِزاَلَةٌ فَيَطْهُرُ ذَلِكَ الجِلْدُ المَدْبُوْغُ ظاَهِراً وَهُوَ ماَ ظَهَرَ مِنْ وَجْهَيْهِ وَباَطِناً وَهُوَ ماَ لَوْ شُقَّ لَظَهَرَ وَيَبْقَى بَعْدَ انْدِباَغِهِ مُتَنَجِساً
فَيَجِبُ غَسْلُهُ بِالماَءِ لِتَنَجُسِهِ بِالدَّابِغِ النَّجْسَ أَوْ المُتَنَجِسُ فَلاَ يُصَلِّى عَلَيْهِ وَلاَ فِيْهِ قَبْلَ غَسْلِهِ

وَيَجُوْزُ بَيْعُهُ قَبْلَهُ ماَ لَمْ يَمْنَعُ مِنْ ذَلِكَ ماَنِعٌ بِأَنْ كاَنَ فِيْهِ نَجْسٌ يَسُدُّ الفَرْجَ كَشَعْرٍ لَمْ يُلاَقِ الدَّابِغَ وَلاَ يَحِلُّ أَكْلُهُ سَواَءٌ مِنْ مَأْكُوْلِ اللَّحْمِ أَمْ مِنْ غَيْرِهِ

أَمَّا جِلْدُ المُذَكِّى بَعْدَ دَبْغِهِ فَيَجُوْزُ أَكْلُهُ ماَلَمْ يَضُرْ

(قَوْلُهُ جِلْدُ المَيِّتَةِ) خَرَجَ بِهِ الشَّعْرُ وَالصُّوْفُ وَالوَبَرُ وَاللَّحْمُ لِعَدَمِ تَأَثُرِهاَ بِالإِنْدِباَغِ
وَأَمَّا الجِلْدُ فَيُتَأَثَرُ بِالدِّبَغِ إِذْ يَنْتَقِلُ مِنْ طَبْعِ اللُّحُوْمِ إِلىَ طَبْعِ الثِّياَبِ وَالمَيْتَةُ ماَزاَلَتْ حَياَتُهاَ بِغَيْرِ ذُكاَةٍ شَرْعِيَّةٍ

فَيَدْخُلُ فىِ المَيِّتَةِ ماَلاَ يُؤْكَلُ إِذاَ ذُبِحَ وَكَذاَ ماَيُؤْكَلُ إِذاَ اخْتَلَ فِيْهِ شَرْطٌ مِنْ شُرُوْطِ التَّذْكِيَّةِ كَذَبِيْحَةِ المَجُوْسِى وَالمُحَرَّمِ لِلْحَجِّ أَوْ العُمْرَةِ لِلصَّيْدِ الوَحْشِىِّ

ِلأَنَّ مَذْبُوْحَ المُحَرَّمِ مَيْتَةٌ وَلَوْ لِلإِضْطِراَرِ أَوْ الصِّياَلِ هَكَذاَ قاَلَ الرَّحْماَنِى وَقَرَرَ الحِفْنِى أَنَّهُ يَكُوْنُ مَيْتَةٌ فىِ صُوْرَةِ الإِضْطِراَرِ فَقَطْ دُوْنَ الصِّياَلِ وَكَماَذُبِحَ بِالعَظْمِ وَنَحْوِهِ

وَيَدْخُلُ فِيْهاَ أَيْضاً المَوْتُ حُكْماً كَجِلْدِ الحَيَواَنِ الَّذِى سُلِخَ مِنْهُ حاَلَ حَياَتِهِ فَإِنَّهُ يَطْهُرُ بِالدِّبَغِ
وَيَخْرُجُ بِماَذُكِرَ ماَكاَنَ طاَهِراً بَعْدَ المَوْتِ كَجِلْدِ الآدَمِىِّ وَماَكاَنَ نَجْساً فىِ حاَلِ الحَياَةِ كَجِلْدِ الكَلْبِ وَالخِنْزِيْرِ فَلاَ يُفِيْدُهُ الدَّبْغُ شَيْئاً

[ تَنْبِيْهٌ ] الحَيَواَنُ إِنْ كاَنَ مَأْكُوْلاً لاَيَجُوْزُ ذَبْحُهُ إِلاَّ لِلْلأَكْلِ فَقَطْ فَيَحْرُمُ ِلأَخْذِ جِلْدِهِ أَوْ لَحْمِهِ لِلصَّيْدِ بِهِ وَغَيْرُ المَأْكُوْلِ لاَيَجُوْزُ ذَبْحُهُ مُطْلَقاً وَلاَ ِلأَجْلِ جِلْدِهِ إِلاَّ إِذاَ نَصَّ عَلَى جَواَزِ قَتْلِهِ أَوْنَدْبِهِ

(وَ) ثاَلِثُهاَ (ماَ صاَرَ حَيَواَناً) كَدُوْدٍ تَوَلَدَ مِنْ عَيْنِ النَّجاَسَةِ وَلَوْمُغَلَظَةً ِلأَنَّهُ لاَ يَخْلُقُ مِنْ نَفْسِ المُغَلَظَةِ بَلْ يَتَوَلَدَ فِيْهاَ كَدُوْدِ الخَلِّ فَإِنَّهُ لاَيَخْلُقُ مِنْ نَفْسِ الخَلِّ بَلْ يَتَوَلَدَ فِيْهِ

( فَرْعٌ ) قاَلَ الشَّرْقاَوِى وَمِنَ الإِسْتِحاَلاَتِ انْقِلاَبُ الدَّمِ لَبَناً أَوْ مَنِياً أَوْ عَلَقَةً أَوْمُضْغَةً وَانْقِلاَبُ البَيْضَةِ فَرْخاً وَدَمُ الظَّبْيَةِ مِسْكاً وَطَهْرُ الماَءِ القَلِيْلِ بِالمُكاَثِرَةِ فَإِنَّهُ اسْتِحاَلَةٌ عَلَى الأَصَحِّ

ثُمَّ اعْلَمْ أَنَّ الأَعْياَنَ إِمَّاحَيَواَنٌ قاَلَ أَحْمَدُ فىِ المِصْباَحِ : وَهُوَ كُلُّ ذِى رُوْحٍ ناَطِقاً كاَنَ أَوْ غَيْرُ ناَطِقٍ مَأْخُوْذٌ مِنَ الحَياَةِ يَسْتَوِى فِيْهِ الواَحِدُ وَالجَمْعُ ِلأَنَّهُ مَصْدَرٌ فىِ الأَصْلِ

وَإِمَّا جَماَدٌ وَهُوَ ماَلَيْسَ حَيَواَناً وَلاَ أَصْلَ حَيَواَنٍ وَلاَ جُزْءَ حَيَواَنٍ وَلاَ مُنْفَصِلاً عَنْ حَيَواَنٍ وَإِمَّا فَضَلاَتٌ

فَالحَيَواَنُ كُلُّهُ طاَهِرٌ إِلاَّ نَحْوَ الكَلْبِ , وَالجِماَدُ كُلُّهُ طاَهِرٌ ِلأَنَّهُ خُلِقَ لِمَناَفِعِ العِباَدِ وَلَوْ مِنْ بَعْضِ الوُجُوْهِ كاَلحَجَرِ فَإِنَّهُ وَإِنْ لَمْ يُؤْكَلْ يُنْتَفَعُ بِهِ فىِ الإِناَءِ مَثَلاً

قاَلَ تَعاَلىَ ؛ هُوَ الَّذِى خَلَقَ لَكُمْ ماَفىِ الأَرْضِ جَمِيْعاً

وَالفَضَلاَتُ ثَلاَثَةُ أَقْساَمٍ ماَاسْتَحاَلَ فىِ باَطِنِ الحَيَواَنِ إِلىَ فَساَدٍ فَهُوَ نَجْسٌ كاَلدَّمِ وَماَلاَيَسْتَحِيْلُ فَطاَهِرٌ كاَلعِرَقِ مِنْ حَيَواَنٍ طاَهِرٍ وَماَيَسْتَحِيْلُ إِلىَ صَلاَحٍ فَطاَهِرٌ أَيْضاً كاَللَّبَنِ

وَاعْلَمْ أَنَّ المُنْفَصِلَ مِنَ الحَيَواَنِ كَمَيْتَتِهِ إِلاَّ شَعْرَ مَأْكُوْلٍ وَصُوْفَهُ وَوَبَرَهُ وَرَيْشُهُ فَطاَهِرٌ وَإِنْ شَكَ فىِ نَجاَسَتِهِ كاَلمُلْقِى عَلَى الكَيْماَنِ مَثَلاً وَهُوَ مَوْضِعُ القُماَمَةِ

FASAL. Fasal ini menjelaskan Najis berubah suci dan hal mensucikan yang mengubah najis menjadi suci ( Sesuatu najis yang menjadi suci ) lafadz “Thoharo” termasuk bab “Qotala” dan “Qoroba” artinya menjadi bersih dan bebas ( dari najis ada tiga macam ) ;

Pertama, ( Khomr atau Arak ) lafadz “Khomr” tidak memakai Ta Marbuthah artinya setiap hal yang memabuk kan meskipun dari perasan buah kurma atau perasan kurma  yang di biarkan hingga menguat jadi khomr, dari perasan tebu, dari perasan madu atau yang lainnya. Baik khomr yang dihormati yaitu yang di peras dengan maksud membuat cuka atau tidak maksud apa-apa.
Ataupun khamr yang di buat oleh orang kafir atau bukan, yaitu yang di peras dengan maksud membuat minuman keras. Dan pembuat perasan itu adalah seorang muslim, maka wajib membuang perasan tersebut ketika di maksud membuat minuman keras sebelum menjadi cuka.
( Apabila arak itu jadi cuka dengan sendirinya ) yaitu tanpa terkena sesuatu apapun, maka arak itu suci.
Karena alasan najisnya adalah memabukkan, sedang alasan memabukkan itu telah hilang. Dan karena perasan itu biasanya tidak akan menjadi cuka kecuali setelah menjadi arak dulu. Apa bila tidak berubah suci maka sulit sekali mengambil cuka dari arak, sedang cuka itu halal menurut sepakat para Ulama.
Juga wadah perasan menjadi suci bersamaan dengan arak menjadi cuka, meskipun perasan itu bergolak dengan sendirinya, sehingga naik dan menajiskan wadah bagian atas tanpa bergolak dari wadahnya.
Adapun apabila perasan menjadi cuka sebab terkena sesuatu, meskipun tidak berpengaruh menjadi cuka, seperti kerikil, maka perasan itu tidak menjadi suci meskipun telah jadi cuka, sebab sesuatu yang terjatuh pada arak (perasan yang najis) menjadi najis dan menajiskan perasan tersebut meski telah jadi cuka.

Kedua, ( Kulit bangkai bila telah di samak ) yaitu di cuci bersih meskipun kulit itu tercuci dengan sendirinya atau sebab terjatuh oleh angin tepat pada alat pencuci.
Yang di maksud mencuci di samak adalah menghilangkan kotor yang menempel di kulit yaitu lendir yang dapat merusak kulit itu sendiri dan menghilangkan lendir dapat membuat kulit itu bersih.
Sekiranya apabila kulit itu di celupkan ke dalam air maka bau yang merusaknya dan tidak menempel lagi di kulit. Mencuci di samak dapat berhasil dengan memakai sesuatu yang bila di rasakan lidah akan terasa kesat meskipun dia najis, seperti tahi burung atau hampa tidak adanya air.
Karena mencuci di samak adalah merubah dan bukan menghilang kan, maka dlohir kulit yang di samak menjadi suci yaitu bagian kulit yang terlihat dari dua sisi, dan juga batinnya yaitu bagian kulit dalam yaitu apa bila di belah maka akan nampak dan kulit tersebut setelah di samak tersisa sesuatu yang terkena najis.
Maka wajib mencuci yang terkena najis itu dengan air karena di samak dengan najis, atau di smak dengan sesuatu yang terkena najis. Maka tidak boleh shalat di atas kulit yang masih terkena najis atau kulit yang masih najis sebelum mencucinya.

Boleh menjual kulit tersebut sebelum di samak, selama tidak ada hal yang menghalangi sahnya jual-beli, di antaranya masih ada najis yang melekat di pori-pori seperti bulu-bulu yang tidak di samak. Tidak halal memakan kulit ini baik dari hewan yang di makan daging nya atau kulit dari hewan yang tidak di makan dagingnya.
Adapun kulit dari hewan yang di sembelih yang di makan dagingnya, setelah kulitnya di samak boleh memakannya selagi tidak membahayakan.

( Lafadz “Kulit bangkai” ) ini mengecualikan rambut, bulu, bulu halus, daging dan lemaknya. Karena semua ini tidak berpengaruh menjadi suci sebab di samak.
Adapun kulit akan berpengaruh ( berubah ) sebab di samak, karena dia berubah dari watak daging menjadi watak pakaian. Bangkai hewan tidak terlepas dari sifat hidup tanpa menyembelih nya secara agama.

Oleh karenanya masuk pada hukum bangkai adalah hewan yang tidak di makan dagingnya apabila ia di sembelih. Demikian pula sama halnya hewan yang di makan dagingnya apabila tidak memenuhi syarat menyembelih, seperti sembelihan orang majusiy (penyembah api) sembelihan orang yang sedang ihram haji atau Ihram umrah dalam memburu hewan liar.

Karena hewan sembelihan orang Ihram itu bangkai meskipun dalam keadaan darurat atau karena Shial (tidak sengaja) Demikian pendapat Syekh Ar-Rahmaniy, dan Syekh Al-Hifniy menetapkan bahwa hewan tersebut menjadi bangkai dalam keadaan darurat saja dan tidak menjadi bangkai bila karena Shial (tidak sengaja) dan termasuk bangkai hewan yang di sembelih dengan tulang atau seumpamanya.
Termasuk bangkai adalah hewan mati secara hukum, yaitu seperti kulit hewan yang di iris ketika masih hidup, maka kulit itu menjadi suci sebab di samak.

Dikecualikan dari kulit yang telah dituturkan ;
-  Kulit suci setelah kematian seperti kulit manusia
-  Kulit najis saat hidupnya, seperti kulit anjing-babi
Maka mencuci dengan di samak pada kulit tersebut sedikitpun tidak ada gunanya.

( PERINGATAN Syarat menyembelih). Hewan yang di makan dagingnya tidak boleh di sembelih kecuali hanya untuk di makan. Maka haram menyembelih hewan dengan tujuan mengambil kulit nya atau dengan tujuan mengambil dagingnya untuk dijadikan umpan berburu. Hewan yang tidak di makan dagingnya tidak boleh di sembelih secara mutlak, juga tidak boleh di sembelih karena tujuan mengambil kulitnya, kecuali bila ada ketentuan yang memboleh-kan membunuhnya atau sunnah membunuhnya.
Ketiga, ( Najis yang menjadi hewan ) seperti ulat yang terlahir dari zat najis meski dari najis mugoladloh. Karena ulat itu tidak tercipta dari najis mugoladloh akan tetapi dia hanya terlahir di dalam najis, seperti ulat cuka, sesungguhnya ulat cuka tidak tercipta dari zat cuka akan tetapi dia terlahir di dalam cuka.

( SUB BAHASAN ) Syekh Asy-Syarqowiy berkata ;
Diantara najis yang berubah suci adalah ;
-  Darah yang berubah menjadi susu, menjadi air mani (sperma), menjadi gumpalan darah atau menjadi gumpalan daging,
-  Telur yang berubah menjadi anak burung,
-  Darah hewan rusa/kijang yang berubah menjadi minyak misik,
-  Suci-nya air sedikit sebab di tambah menjadi banyak,
Sungguh semua itu berubah dari najis jadi suci.
Kemudian ketahuilah !! bahwa A’yaan (sebuah benda) adakalanya Hayawan (hewan). Syekh Ahmad dalam kitab Al-Misbah mengatakan : Hewan adalah setiap yang memiliki ruh baik bersuara atau tidak. Lafadz “Hayawan” di kutif dari lafadz “Hayat” antara satu dan banyak sama di sebut “Hayawan”, karena lafadz “Hayawan” adalah masdar (kata dasar) dalam asalnya.

Adakalanya Jamad (benda mati) yaitu sesuatu yang bukan Hayawan , bukan asal Hayawan, bukan bagian dari Hayawan dan juga bukan hal yang terpisah dari Hayawan. Adakalanya lebih dari hewan dan benda.

Semua hewan adalah suci kecuali anjing dan yang lainnya. Semua benda adalah suci karena  di ciptakan untuk di manfaatkan oleh manusia meskipun dari satu sisi, contohnya batu, sesungguhnya batu meskipun tidak di makan dia boleh di manfaatkan seperti di jadikan wadah.

Allah Swt berfirman ; “Dialah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu” (QS. Al-Baqoroh 29)

Selebihnya dari hewan dan benda terbagi tiga bagian ;
Sesuatu yang berubah menjadi rusak yang terdapat di dalam perut hewan, dan ini najis, seperti darah.
Sesuatu yang tidak berubah menjadi rusak, dan ini suci, seperti keringat dari hewan suci.
Sesuatu yang berubah menjadi baik, dan ini juga suci, seperti susu.

Ketahuilah !! bahwa bagian badan yang terpenggal dari hewan adalah sama seperti bangkai hewan itu sendiri kecuali rambut, bulu dan bulu halus dari hewan yang di makan dagingnya. Dan sehelai bulunya termasuk suci, meskipun di ragukan najisnya, seperti bulu yang terjatuh pada tempat sampah yaitu tempat menyapu sampah.


Allah Mengetahui Segalanya

Pustaka :
Fiqih Imam Syafe’i, Kitab Kasyifatus-Saja Syarah Safinatun-Naja - Syekh Nawawi Al-Bantaniy
Diterjemahkan oleh Ahmad Daerobiy

KONSULTASI HUKUM ISLAM

KAJIAN HARI SABTU

KAJIAN HARI MINGGU

TADARUS MALAM RABU

SYARAH SAFINATUN-NAJA

SYARAH SAFINATUN-NAJA
TERJEMAH KASYIFATUS-SAJA SYARAH SAFINATUN-NAJA

WASPADAI BELAJAR TANPA GURU

WASPADAI BELAJAR TANPA GURU
Ketika mendapatkan ilmu agama Islam tanpa bimbingan guru Maka jelas gurunya syetan, bahkan kesesatan akan lebih terbuka lebar Waspadailah belajar agama Islam tanpa bimbingan guru. Nah, apakah anda punya guru? .. kunjungilah beliau…!! Apabila ingin mendapat ilmu manfaat dan terjaga dari kesesatan

SILSILAH GURU AHMAD DAEROBIY (KANG DAE)