Wednesday, March 21, 2012

HUKUM MENUNDA MELAKUKAN SHALAT


إِنَّ الصَّلاةَ كَانَتْ عَلَى المُؤْمِنِيْنَ كِتَابًا مَوْقُوتًا
Sesungguhnya shalat itu adalah fardhu yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman. (QS. An-Nisa 103)

وَاعْلَمْ أَنَّ الصَّلاَةَ تَجِبُ بِأَوَّلِ الوَقْتِ وُجُوْباً مُوَسَعاً فَلَهُ التَّأْخِيْرُ عَنْ أَوَّلِهِ إِلىَ وَقْتٍ يَسَعُهاَ بِشَرْطِ أَنْ يَعْزَمَ عَلَى فَعْلِهاَ فِيْهِ , وَلَوْ أَدْرَكَ فيِ الوَقْتِ رَكْعَةً لاَ دُوْنَهاَ فاَلكُلُّ أَدَاءً وَإِلاَّ فَقَضَاءً

Ketahuilah, bahwa shalat wajib di awal waktu, wajib yang leluasa, artinya boleh menunda shalat dari awal waktu sampai akhir waktu, yang memang cukup waktu untuk melaksanakannya, ini dengan syarat berniat ‘azam (direncanakan) akan shalat di waktu tersebut. Jika dalam waktu hanya melakukan satu raka’at, tidak dibawah satu raka’at, maka semua raka’at termasuk melakukan tunai, sedang jika tidak termasuk qodlo.

وَيَأْثِمُ بِإِخْرَاجِ بَعْضِهاَ عَنِ الوَقْتِ وَإِنْ أَدْرَكَ رَكْعَةً نَعَمْ لَوْ شَرَعَ فيِ غَيْرِ الجُمْعَةِ وَقَدْ بَقِيَ ماَ يَسَعُهاَ جاَزَ لَهُ بِلاَ كَرَاهَةٍ أَنْ يَطَوِّْلُهاَ بِالقِرَاءَةِ أَوْ الذِّكْرِ حَتَّى يَخْرُجَ الوَقْتُ وَإِنْ لَمْ يُوَقِعُ مِنْهاَ رَكْعَةً فِيْهِ عَلَى المُعْتَمَدِ فَإِنْ لَمْ يَبْقَ مِنَ الوَقْتِ ماَ يَسَعُهاَ أَوْ كاَنَتْ جُمْعَةً لَمْ يَجُزْ المَدُّ وَلاَ يُسَنُّ الاِقْتِصاَرُ عَلَى أَرْكاَنِ الصَّلاَةِ ِلإِدْرَاكِ كَلِّهاَ فيِ الوَقْتِ

Seseorang berdosa, jika menunda shalat sampai melakukan shalat melewati batas waktu, meskipun dalam waktu dapat  melakukan satu raka’at. Betul demikian, jika mau melakukan shalat selain jum’at lalu masih tersisa waktu melakukan shalat, baginya boleh tanpa makruh, memperpanjang bacaan dan dzikir shalat, sampai melewati batas waktu shalat, meskipun tidak satu raka’at-pun masuk dalam waktu, ini menurut pendapat kuat. Sebaliknya jika tidak tersisa cukup waktu atau shalatnya shalat jum’at maka tidak boleh memperpanjang bacaan dan dzikir. Dan juga tidak disunnahkan mempersingkat rukun-rukun shalat karena untuk mengejar semua raka’at shalat dalam waktu.

(فَرْعٌ) يُنْدَبُ تَعْجِيْلُ صَلاَةِ وَلَوْ عِشَاءً ِلأَوَّلِ وَقْتِهاَ لِخَبَرٍ "أَفْضَلُ الأَعْماَلِ الصَّلاَةِ ِلأَوَّلِ وَقْتِهاَ" وَتَأْخِيْرُهاَ عَنْ أَوَّلِهِ لِتَيَقُنِ جَماَعَةٍ أَثْناَءَهُ وَإِنْ فَحِشَ التَّأْخِيْرُ مَا لَمْ يَضِقُ الوَقْتُ وَلِظَنِّهاَ إِذَا لَمْ يَفْحُشْ عُرْفاً لاَ لِشَكٍّ فِيْهاَ مُطْلَقاً

(Sub Bahasan) disunnahkan segera melakukan shalat meskipun isya agar diawal waktu, berdasarkan hadits “Perbuatan shalat yang paling utama ialah melakukan shalat diawal waktu”. (HR. Thabraniy). Juga disunnahkan menunda shalat jika yakin akan berjama’ah, meski kurang baik menunda shalat, ini jika tidak sempit waktu, dan berdasar dugaan akan berjama’ah jika baik menurut kebiasaan, bukan karena ragu akan berjama’ah, mutlak.

وَالجَماَعَةُ القَلِيْلَةُ أَوَّلَ الوَقْتِ أَفْضَلٌ مِنَ الكَثِيْرَةِ آَخِرَهُ , وَيُؤَخِّرُ المُحْرِمُ صَلاَةَ العِشاَءِ وُجُوْباً ِلأَجْلِ خَوْفِ فَوَاتِ حَجٍّ بِفَوْتِ الوُقُوْفِ بِعَرَفَةَ لَوْ صَلاَّهاَ مُتَمَكِّناً ِلأَنَّ قَضَاءَهُ صَعْبٌ وَالصَّلاَةُ تُؤْخَرُ ِلأَنَّهاَ أَسْهَلُ مِنْ مَشَقَتِهِ وَلاَ يُصَلِّيْهاَ صَلاَةَ شِدَةَ الخَوْفِ , وَيُؤَخِّرُ أَيْضاً وُجُوْباً مَنْ رَأَى نَحْوَ غَرِيْقٍ أَوْ أَسِيْرٍ لَوْ أَنْقَذَهُ خَرَجَ الوَقْتُ

Berjama’ah sedikit di awal waktu lebih utama dari pada berjama’ah banyak di akhir waktu. Seorang ihram (haji) wajib menunda shalat isya karena khawatir tertinggal haji sebab tertingal wukuf di ‘Arafah, ini jika ia shalat Isya di tempatnya, karena qodlo wukuf lebih sulit maka shalat wajib ditunda karena ia mudah dari pada kesulitan mengejar wukuf. Disini jangan melakukan shalat dengan cara shalat Syiddatul-Khauf (karena sangat ketakutan). Dan wajib menunda shalat bagi orang yang melihat dan akan menolong orang tenggelam atau ditawan penjahat, meskipun menyelamatkannya sampai keluar waktu shalat. (Shalat dapat diqodlo)

(فَرْعٌ) يُكْرَهُ النَّوْمُ بَعْدَ دُخُوْلِ وَقْتِ الصَّلاَةِ وَقَبْلَ فَعْلِهاَ حَيْثُ ظَنَّ الاِسْتِيْقَاظَ قَبْلَ ضَيْقِهِ لِعاَدَةٍ أَوْ ِلإِيْقاَظِ غَيْرِهِ لَهُ وَإِلاَّ حَرُمَ النَّوْمُ الَّذِيْ لَمْ يَغْلِبُ فيِ الوَقْتِ

(Sub Bahasan) Makruh tidur setelah masuk waktu shalat dan belum melakukan shalat, ini jika diduga akan terbangun sebelum sempit waktu melakukan shalat atau ada orang yang membangunkannya. Jika tidak seperti itu, maka haram tidur di saat masuk waktu shalat dan belum melakukan shalat, yang tidak dapat menguasai waktu.

(فَرْعٌ) يُكْرَهُ تَحْرِيْماً صَلاَةُ لاَ سَبَبَ لَهاَ كاَلنَّفْلِ المُطْلَقِ وَمِنْهُ صَلاَةُ التَّساَبِيْحِ أَوْ لَهاَ سَبَبٌ مُتَأَخِّرٌ كَرَكْعَتَيْ اِسْتِخاَرَةٍ وَإِحْرَامٍ بَعْدَ أَدَاءِ صُبْحٍ حَتَّى تَرْتَفِعَ الشَّمْسُ كَرُمْحٍ وَعَصْرٍ حَتَّى تَغْرُبَ وَعِنْدَ اسْتِواَءٍ غَيْرِ يَوْمِ الجُمْعَةِ , لاَ ماَ لَهُ سَبَبٌ مُتَقَدِّمٌ كَرَكْعَتَيْ وُضُوْءٍ وَطَوَافٍ وَتَحِيَّةٍ وَكُسُوْفٍ وَصَلاَةِ جِناَزَةٍ وَلَوْ عَلَى غَاِئبٍ وَإِعاَدَةٍ مَعَ جَماَعَةٍ وَلَوْ إِماَماً وَكَفاَئِتَةِ فَرْضٍ أَوْ نَفْلٍ لَمْ يَقْصِدْ تَأْخِيْرُهاَ لِلْوَقْتِ المَكْرُوْهِ لِيُقْضِيْهاَ فِيْهِ أَوْ يُدَاوِمَ عَلَيْهِ

(Sub Bahasan) Makruh Tahrim (sama dengan haram) melakukan shalat yang tidak memiliki sebab, seperti shalat sunnah mutlaq termasuk shalat tasbih, atau shalat yang sebabnya diakhir seperti shalat istihkoroh dan shalat ihram, setelah shalat subuh sampai matahari terangkat satu tumbak, setelah shalat asar sampai matahri terbenam, pada saat matahari tepat diatas kepala kecuali hari jum’at. Tidak haram jika di waktu-waktu tersebut melakukan shalat yang sebabnya didepan, seperti shalat sunnah wudlu, shalat sunnah thowaf, shalat sunnah tahiyyatul masjid, shalat sunnah gerhana, shalat jenazah, meskipun jenazah gaib, mengulang karena berjama’ah meskipun imam, sama seperti qodlo shalat fardu, qodlo shalat sunnah, yang tidak bermaskud menundanya karena untuk melakukannya di waktu makruh atau rutin melakukannya di waktu makruh.

فَلَوْ تَحَرَّى إِيْقاَعَ صَلاَةٍ غَيْرِ صاَحِبَةِ الوَقْتِ فيِ الوَقْتِ المَكْرُوْهِ مِنْ حَيْثُ كَوْنِهِ مَكْرُوْهاً فَتَحْرُمُ مُطْلَقاً وَلاَ تَنْعَقِدُ وَلَوْ فاَئِتَةً يَجِبُ قَضاَؤُهاَ فَوْرًا ِلأَنَّهُ مُعاَنِدٌ لِلشَّرْعِ

Jika shalat yang bukan pemilik waktu, sengaja dan khusus ditujukan untuk dilakukan di waktu makruh, yaitu memang ternyata waktu makruh (abis subuh, asar atau matahari diatas kepala), maka ia haram secara mutlak, dan shalatnya tidak sah, meskipun shalat qodlo yang wajib melakukannya di saat itu juga, karena ia melanggar aturan agama.

Allah mengetahui segalanya       

Pustaka : Kitab Fathul-Mu’in Syekh Zaenuddin Al-Malabariy

MENGENAL CARA SALAM DI AKHIR SHALAT

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
مِفْتاَحُ الصَّلاَةِ الوُضُوْءُ وَتَحْرِيْمُهاَ التَّكْبِيْرُ وَتَحْلِيْلُهاَ التَّسْلِيْمُ - رَواَهُ أَبُوْ داَوُدَ وَالتُّرْمُذِى

Pembuka shalat ialah Wudlu, penghormatannya Takbir dan melepas dari shalatnya dengan Salam. (HR. Abu Daud dan Turmudzi)

السَّلاَمُ فىِ الصَّلاَةِ هُوَ المُسَمَّى بِالتَّحْلِيْلِ أَيْضاً قاَلَ المُصَنِّفُ (أَقَلُّ السَّلاَمِ) لِلتَّحْلِيْلِ (السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ)

Salam dalam shalat, yaitu yang di sebut dengan melepaskan diri dari shalat. Penyusun (Syekh Salim bin Sumer) berkata :  (Salam yang paling pendek) ketika keluar shalat ialah kalimat (As-Salaamu ‘Alaikum).

قاَلَ الشِّبْراَمِلْسِى وَلَوْ سُكِنَ المِيْمُ (تَشْدِيْدُ السَّلاَمِ) واَحِدٌ وَهُوَ (عَلَى السِّيْنِ) وَأَكْمَلُهُ السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ

Asy-Syibramilsiy berkata : Meskipun huruf Mim disukunkan (Tasydid As-Salaam) ada satu (di atas huruf Sin). Salam paling sempurna ialah (lihat huruf Arabnya) Artinya ; “Keselamatan semoga pada kalian dan juga Rahmat Allah”.

وَلاَ تُسَنُّ وَبَرَكاَتُهُ وَتُسَنُّ تَسْلِيْمَةً ثاَنِيَّةً لِلإِتِّباَعِ

Tidak disunnahkan baca “Wabarakaatuh” di salam pertama tapi disunnahkan di Salam kedua, ini karena mengikuti cara shalat Nabi SAW.

وَلَوْ اقْتَصَرَ الإِماَمُ عَلَى تَسْلِيْمَةٍ سُنَّ لِلْمَأْمُوْمِ تَسْلِيْمَتاَنِ ِلأَنَّهُ خَرَجَ عَنِ المُتاَبِعَةِ بِالأُوْلىَ , بِخِلاَفِ التَّشَهُدِ الأَوَّلِ لَوْتَرَكَهُ الإِماَمُ لَزِمَ المَأْمُوْمَ تَرْكُهُ لِوُجُوْبِ المُتاَبِعَةِ قَبْلَ السَّلاَم

Jika Imam menyingkat dengan melakukan satu salam, maka makmum disunnahkan memakai dua salam, karena makmum telah keluar dari mengikuti Imam sebab salam pertama. Lain hal Tasyahud, jika Imam meninggalkan Tasyahud maka makmum wajib meninggalkan Tasyahud juga, karena makmum wajib mengikuti Imam sebelum Salam.

وَلَوْسَلِمَ الثَّانِيَّةَ مُعْتَقِداً أَنَّهُ سَلِمَ الأُوْلىَ لَمْ يُكْفِهِ وَيُسَلِّمُ الأُوْلىَ وُجُوْباً وَيُعِيْدُ الثَّانِيَّةَ نَدْباً وَيَسْجُدُ لِلسَّهْوِ

Jika makmum melakukan salam kedua dengan keyakinan bahwa salam itu adalah yang pertama, maka salam itu tidak sah, dan wajib melakukan salam pertama dan sunnah mengulang salam yang keduanya, lalu dia sujud sahwi.


وَيُسَنُّ عِنْدَ إِتْياَنِهِ بِالمَرَّتَيْنِ أَنْ يَفْصُلَ بَيْنَهُماَ بِسَكْتَةٍ وَقَدْ تَحْرُمُ الثَّانِيَّةَ بِأَنْ عُرِضَ بَعْدَ الأُوْلىَ مُناَفٍ لِلصَّلاَةِ كَحَدَثٍ وَخُرُوْجِ وَقْتِ جُمْعَةٍ , بِخِلاَفِ وَقْتِ غَيْرِهاَ مِنَ الصَّلاَةِ ِلأَنَّهاَ وَإِنْ لَمْ تَكُنْ جُزْءاً مِنَ الصَّلاَةِ فَهِىَ مِنْ تَواَبِعِهاَ وَمُلْحَقاَتِهاَ

Disunnahkan ketika makmum melakukan salam dua kali agar memisah dua salam tersebut dengan diam, karena dia telah masuk ruang Takbiratul-Ikhram kedua, jika dia telah melihat hal yang membatalkan shalatnya setelah salam pertama seperti hadats dan keluar waktu jum’at. Lain halnya dengan waktu shalat selain shalat jum’at, waktu pada shalat jum’at meskipun bukan bagian dari shalat, ialah termasuk paket shalat jum’at dan hal-hal yang dikategorikan jum’at.

وَيُسَنُّ أَنْ يَسْرَعَ بِالسَّلاَمِ وَلاَيَمُدَّهُ وَأَنْ يُسَلِّمَ المَأْمُوْمُ بَعْدَ فِراَغِ الإِماَمِ مِنْ تَسْلِيْمَتَيْهِ

Disunnahkan agar mempercepat bacaan Salam, dan jangan memperlama Salam, makmum hendaknya melakukan salam setelah selesai kedua salam imam.

وَلَوْقاَرَنَهُ جاَزَ كَبَقِيَةِ الأَرْكاَنِ إِلاَّ تَكْبِيْرَةَ الإِحْراَمِ لَكِنْ المُقاَرَنَةُ فىِ ذَلِكَ مَكْرُوْهَةٌ مُفَوِّتَةٌ لِفَضِيْلَةِ الجَماَعَةِ فِيْماَ قاَرَنَ فِيْهِ فَقَطْ

Jika makmum melakukan Salam bersamaan imam maka itu boleh, seperti rukun-rukun shalat lainnya kecuali Takbiratul-Ikhram. Tetapi Salam bersamaan  imam itu adalah makruh yang menghilangkan keutamaan berjama’ah pada saat perlakuan bersamaan saja.

أَمَّاالمُقاَرَنَةُ فىِ تَكْبِيْرَةِ الإِحْراَمِ أَوْ فىِ بَعْضِهاَ فَحَراَمٌ مُبْطِلَةٌ لِلصَّلاَةِ

Adapun makmum yang bersamaan melakukan Takbiratul-Ikhram dengan imam atau bersamaan di sebagiannya maka itu haram, membatalkan shalat.

Allah mengetahui segalanya…

Pustaka : Kasyifatus-Saja Syarah Safinatun-Naja Syekh Nawawi

KONSULTASI HUKUM ISLAM

KAJIAN HARI SABTU

KAJIAN HARI MINGGU

TADARUS MALAM RABU

SYARAH SAFINATUN-NAJA

SYARAH SAFINATUN-NAJA
TERJEMAH KASYIFATUS-SAJA SYARAH SAFINATUN-NAJA

WASPADAI BELAJAR TANPA GURU

WASPADAI BELAJAR TANPA GURU
Ketika mendapatkan ilmu agama Islam tanpa bimbingan guru Maka jelas gurunya syetan, bahkan kesesatan akan lebih terbuka lebar Waspadailah belajar agama Islam tanpa bimbingan guru. Nah, apakah anda punya guru? .. kunjungilah beliau…!! Apabila ingin mendapat ilmu manfaat dan terjaga dari kesesatan

SILSILAH GURU AHMAD DAEROBIY (KANG DAE)