Sunday, May 22, 2011

KRITERIA IMAM SHALAT YANG DIANJURKAN


لِلإِماَمٍ صِفاَتٌ مُسْتَحَبَةٌ وَصِفاَتٌ مَشْرُوْطَةٌ
 Seorang Imam harus memiliki kriteria yang disunnahkan dan kriteria yang disyaratkan.

a. Sifat-sifat Imam yang di sunnahkan

فاَلمُسْتَحَبَةُ سِتَّةٌ وَهِىَ الفِقْهُ وَالقِراَءَةُ وَالوَرَعُ وَالسِّنُّ وَالنَّسَبُ وَالهِجْرَةُ , فَيُقَدَّمُ الأَفْقَهُ وَإِنْ لَمْ يَحْفَظْ سِوَى الفاَتِحَةِ عَلَى الأَقْرَاءِ القَلِيْلِ الفِقْهِ

Sifat-sifat yang di sunnahkan ada enam, di antaranya :
      1.        Fiqih, yaitu faham dalam hukum-hukum shalat,
           2.        Qiro’at, yaitu baik dalam bacaan Makhroj huruf dan Tajwidnya,
          3.        Waro’, yaitu minimal meninggalkan hal-hal yang haram dan subhat kemudian hal makruh, dan kemudian sebaian perkara halal yang di khawatirkan berbahaya.
           4.        Sinn, yaitu lebih dulu masuk Islam, baik dari orang tua atau daerahnya.
           5.        Nasab, yaitu keturunan yang baik (orang soleh atau Ulama)
           6.        Hijrah, yaitu lebih dulu tinggal di tempat tersebut.

Oleh karenanya dahulukan orang yang lebih faham Fiqih meskipun dia tidak hafal selain surat Fatihah atas orang yang baik bacaannya akan tetapi kurang faham di dalam fiqihnya.

وَالمُراَدُ بِالأَقْراَءِ مَنْ يَحْفَظُ القُرْآنَ وَصَحَّحَ السُّبْكِى أَنَّ المُراَدَ بِهِ الأَصَحُّ قِراَءَةً أَىْ الأَجْوَدُ تَأْدِيَّةً أَفاَدَ ذَلِكَ الرَّمْلِى

Yang di maksud dengan Aqro (orang baik bacaannya) adalah orang yang hafal Al-Qur’an. Syekh As-Subkiy mensohihkan bahwa yang yang di maksud dengan Aqro adalah orang yang paling baik bacaannya yaitu paling bagus dalam memnuhi makhroj dan tajwidnya. Demikian penjelasan Syekh Ar-Romliy.


b. Sifat-sifat Imam yang di syaratkan

وَالمَشْرُوْطَةُ خَمْسَةٌ أَحَدُهاَ وَثاَنِيْهاَ أَنْ لاَيَكُوْنَ مُحْدِثاً وَلاَجُنُباً وَثاَلِثُهاَ أَنْ لاَيَكُوْنَ عَلَى ثَوْبِهِ أَوْبَدَنِهِ نَجاَسَةٌ غَيْرُ مَعْفُوٍّ عَنْهاَ وَراَبِعُهاَ أَنْ لاَيَتْرُكَ الإِعْتِداَلَ وَالطُّمَأْنِيْنَةَ فىِ الصَّلاَةِ وَلَوْنَفْلاً وَحَنَفِيًّا وَخاَمِسُهاَ أَنْ لاَ يَتْرُكَ قِراَءَةَ الفاَتِحَةَ مَعَ إِمْكاَنِهاَ أَوْيَقْرَءُ بِغَيْرِهاَ كاَلحَنَفِى وَلَوْ إِماَماً أَعْظَمَ فَلاَيَصِحُّ إِقْتِداَءُ شاَفِعِىٍّ بِهِ

Sifat-sifat Imam yang di syaratkan ada lima, di antaranya :

           1.        Tidak seorang yang berhadats kecil,
           2.        Tidak seorang yang berhadats besar,
           3.        Tidak ada pada pakaian atau badannya najis yang tidak di maafkan,
           4.        Tidak meninggalkan I’tidal dan Thumaninah dalam shalat meskipun shalat sunnah yang ringan,
           5.        Tidak meninggalkan bacaan Fatihah bila mungkin atau mengganti selain Fatihah seperti madhab Imam Hanafiy, meskipun menjadi Imam besar.

Oleh karenanya orang yang bermadhab Imam Syafei tidak sah bermakmum kepada orang yang bermadhab lain yang tidak membaca salah satu ayat dari Fatihah

  Pustaka : Marqotus-Shu’udut-Tashdiq, Syarah Sulam Taufiq, Hal. 23


Saturday, May 14, 2011

KEYAKINAN YANG MENIMBULKAN MURTAD


بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
إِنَّ العَبْدَ لَيَتَكَلَّمُ بِالكَلِمَةِ لاَ يَرَى بِهَا بَأْساً يَهْوِى بِهاَ فىِ النَّارِ سَبْعِيْنَ خَرِيْفاً أَىْ مَسَافَةَ سَبْعِيْنَ عاَماً فىَ النُّزُوْلِ وَذَلِكَ مُنْتَهَى جَهَنَّمَ وَهُوَ خاَصٌ بِالْكُفاَرِ - رَوَاهُ التُّرْمُذِى وحَسَّنَهُ
Seseungguhnya seorang hamba niscaya berkata-kata, lalu ia tidak menyadari perkataan itu menjerumuskan ke dalam api neraka sampai 70 tingkat ke bawah, 70 tahun ke bawah. Yaitu penghabisan neraka Jahannam, tempat ini khusus untuk orang-orang kafir. (HR. Turmudzi, juga menyebutnya ini hadits Hasan)

يَجِبُ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ حِفْظُ إِسْلاَمِهِ وَصَوْنُهُ عَمَّا يُفْسِدُهُ ويُبْطِلُهُ ويَقْطَعُهُ وَهُوَ الرِّدَّةُ وَالعِياَذُ بِاللهِ تَعَالىَ

Setiap muslim wajib memelihara dan menjaga keislamannya dari segala yang merusak keislaman, yang membatalkan keislaman ataupun yang melepas keislaman, hal ini di sebut MURTAD, semoga Allah senantiasa melindungi kita semua, amien.

وَقَدْ كَثُرَ فىِ هَذَا الزَّمَانِ التَّسَاهُلُ فىِ الكَلاَمِ حَتَّى إِنَّهُ يَخْرُجُ مِنْ بَعْضِهِمْ أَلْفاَظٌ تُخْرِجُهُمْ عَنِ الإِسْلاَمِ وَلاَ يَرَوْنَ ذَلِكَ ذَنْباً فَضْلاً عَنْ كَوْنِهِ كُفْراً
Zaman sekarang nyaris sudah merebak, banyak orang menganggap remeh dalam menuturkan kata-kata sampai terlontar kata-kata yang membuatnya keluar dari Islam. Mereka tidak sadar bahwa itu dosa, apalagi menimbulkan kekufuran.

وَالرِّدَّةُ ثَلاَثَةُ أَقْساَمٍ كَمَا قَسَّمَهاَ النَّوَوِىُّ وَغَيْرُهُ مِنْ شاَفِعِيَّةٍ وَحَنَفِيَّةٍ وَغَيْرِهِمْ ؛ إِعْتِقاَدَاتٌ وَأَفْعاَلٌ وَأَقْوَالٌ، وَكُلٌّ يَتَشَعَّبُ شُعَبًا كَثِيْرَةً
 Murtad terbagi tiga bagian sebagaimana disampaikan Al-Imam An-Nawawi, juga para Ulama madhab Imam Syafi’I dan Imam Hanafi. Yaitu Murtad sebab Keyakinan, Murtad sebab Perbuatan dan Murtad sebab Perkataan. Masing-masing memiliki cabang yang sangat banyak.

Dikesempatan ini Insya Allah kami akan mengangkat yang pertama, MURTAD SEBAB KEYAKINAN :

الشَّكُّ فىِ الله أَوْ فىِ رَسُوْلِهِ أَوْ القُرْآَنِ أَوْ اليَوْمِ الآَخِرِ أَوْ الجَنَّةِ أَوْ النَّارِ أَوْ الثَّوَابِ أَوْ العِقَابِ أَوْ نَحْوِ ذَلِكَ مِمَّا هُوَ مُجْمَعٌ عَلَيْهِ أَوْ اعْتِقَادُ قِدَمِ العَالَمِ وَأَزَلِيَّتِهِ بِجِنْسِهِ وَتَرْكِيْبِهِ أَوْ بِجِنْسِهِ فَقَطْ
Ragu akan Allah SWT. Ragu akan Rasulullah. Ragu akan Qur’an. Ragu akan hari akhir. Ragu akan sorga. Ragu akan Neraka. Ragu akan pahala. Ragu akan siksa, dan hal-hal yang telah ditentukan ajaran Islam lainnya. Juga Meyakini dahulunya alam semesta. Meyakini Azaliynya jenis dan susunan alam semesta atau Meyakini dahulunya jenis alam semesta saja. (Azaliy ialah zaman sebelum alam semesta tercipta)

أَوْ نَفْىُ صِفَةٍ مِنْ صِفاَتِ اللهِ الوَاجِبَةِ لَهُ إِجْمَاعاً كَكَوْنِهِ عَالِمَاً أَوْ نِسْبَةُ ماَ يَجِبُ تَنْزِيْهُهُ عَنْهُ إِجْمَاعاً كَالجِسْمِ أَوْ تَحْلِيْلُ مُحَرَّمٍ بِالإِجْماَعِ مَعْلُوْمٍ مِنَ الدِّيْنِ بِالضَّرُوْرَةِ مَمّاَ لاَ يَخْفَى عَلَيْهِ كَالزِّنَى وَاللِّوَاطِ وَالقَتْلِ وَالسَّرَقَةِ وَالغَصْبِ أَوْ تَحْرِيْمُ حَلاَلٍ ظاَهِرٍ كَذَلِكَ كاَلبَيْعِ وَالنِّكَاحِ أَوْ نَفْىُ وُجُوبِ مُجْمَعٍ عَلَيْهِ كَذَلِكَ كاَلصَّلَوَاتِ الخَمْسِ أَوْ سَجْدَةٍ مِنْهَا وَالزَّكاَةِ وَالصَّوْمِ وَالحَجِ وَالوُضُوْءِ
Meyakini tidak ada sifat Allah secara ijma’ (ijma’ ialah sepakat Mujtahid Ulama, seperti Imam Syafe’i dan kawan-kawannya) diantara sidat-sifat wajib, seperti sifat Allah Maha mengetahui, Meyakini nisbah (perbandingan) yang wajib disucikan dari Allah secara ijma’, seperti meyakini Allah itu jisim, sosok benda. Menghalalkan yang diharamkan secara ijma’ maklum dalam ajaran agama dan tidak semu, seperti menghalalkan zina, sodomi, membunuh, mencuri dan merampas. Mengharamkan yang nyata dihalalkan, juga seperti tadi, seperti jual-beli dan pernikahan. Meyakini  tidak ada kewajiban, seperti meyakini shalat lima waktu itu tidak wajib, juga zakat, puasa, ibadah haji, wudlu dan lainnya.


أَوْ إِيْجَابُ ماَلَمْ يَجِبْ إِجْماَعاً كَذَلِكَ أَوْ نَفْىُ مَشْرُوْعِيَّةِ مُجْمَعٍ عَلَيْهِ كَذَلِكَ أَوْ عَزَمَ عَلَى الْكُفْرِ فىِ المُسْتَقْبَلِ أَوْ عَلَى فِعْلِ شَيْءٍ مَمَّا ذُكِرَ أَوْ تَرَدَّدَ فِيْهِ لاَ خُطُورُهُ فىِ الباَلِ بِدُوْنِ إِرَادَةٍ
Meyakini wajib pada sesuatu yang tidak diwajibkan berdasarkan ijma’. Melenyapkan syari’at (hukum-hukum Islam) berdasarkan ijma’. Merencanakan kekufuran di waktu kemudian. Melakukan sesuatu yang menimbulkan kekufuran itu atau ragu melakukannya. NAMUN ketika suara hati yang spontan mengarah tindakan kekufuran dan tanpa ada maksud melakukan tindakan kekufuran itu maka TIDAK MENIMBULKAN KEKUFURAN.
 
أَوْ أَنْكَرَ صُحْبَةَ سَيِّدِنَا أَبِى بَكْرٍ رَضِىَ اللهُ عَنْهُ أَوْ رِسَالَةَ وَاحِدٍ مِنَ الرُّسُلِ المُجْمَعِ عَلَى رِسَالَتِهِ أَوْ جَحَدَ حَرْفاً مُجْمَعًا عَلَيْهِ مِنَ القُرْآَنِ ، أَوْ زَادَ حَرْفًا فِيْهِ مُجْمَعًا عَلَى نَفْيِهِ مُعْتَقِدًا أَنَّهُ مِنْهُ عِناَدًا أَوْ كَذَّبَ رَسُوْلاً أَوْ نَقَّصَهُ أَوْ صَغَّرَ اِسْمَهُ بِقَصْدِ تَحْقِيْرِهِ أَوْ جَوَّزَ نُبُوَّةَ أَحَدٍ بَعْدَ نَبِيِّناَ مُحَمَّدْ صلى الله عليه وسلم  
Meningkari predikat Sahabat di Abu Bakar Siddiq RA. Mengingkari salah satu Rasul yang berjumlah 25. Mengingkari satu huruf yang terdapat dalam ayat-ayat Qur’an. Menambahkan atau menghilangkan satu huruf dalam Qur’an sedang dia meyakini itu dari Qur’an, ia semata-mata berbuat ingkar. Mendustakan rasul Allah SWT. Mengurangi jumlah Rasul Allah SWT. Merendahkan atau meremehkan nama-nama Rasul Allah SWT. Menyatakan ada kenabian lain atau kerasulan lain setelah Nabi Muhammad SAW.

Allah Mengetahui Segalanya

Daftar Pustaka : Syarah Sulam Taufiq, Syekh Nawawi

Tuesday, May 10, 2011

PEMBAHASAN SHALAT SUNNAH


بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
 
Sunnah menurut bahasa ialah tambahan sedangkan menurut istilah ialah perintah selain fardu, baik shalat ataupun hal lainnya, sesuatu yang diperintahkan agama dan bukan merupakan kewajiban. sunnah ini disebut juga mandub, Hasan, Margub fih, Mustahab, Tathowu’ dan Ihsan. Sunnah ini lebih baik dilakukan daripada tidak. Pahala fardu melebihi diatas pahala sunnah dengan tujuh puluh derajat. Sunnah shalat ada empat macam, yaitu ; Pertama, Shalat Sunnah terikat waktu. Kedua, Shalat Sunnah terikat penyebab di awal. Ketiga, Shalat Sunnah terikat Penyebab di akhir. Keempat, Shalat Sunnah Mutlak yaitu tidak terikat waktu dan sebab.

1.  Shalat Sunnah terikat waktu ada dua bagian. Pertama, disunnahkan berjama’ah. Kedua, tidak disunnahkan berjama’ah.
Shalat Sunnah terikat waktu yang disunnahkan berjama’ah, ialah :
-    Shalat Sunnah Iedul-Adha ; 2 raka’at, disertai khutbah.
-    Shalat Sunnah Iedul-Fitri ; 2 raka’at, disertai khutbah.
-    Shalat Sunnah Tarawih ; 20 raka’at. Dilakukan selama bulan Ramadlan.

Shalat Sunnah terikat waktu yang tidak disunnahkan berjama’ah, ialah :
-    Shalat Sunnah Rowatib ; 4 raka’at sebelum Asar, 4 raka’at sebelum dan sesudah Dzuhur, 2 raka’at sebelum dan sesudah Magrib, 2 raka’at sebelum dan sesudah Isya dan 2 raka’at sebelum Subuh.
-    Shalat Sunnah Witir ; Minimal 1 raka’at, optimal 3 raka’at dan maksimal 11 raka’at, masing-masing dua raka’at dan diakhiri satu raka’at. Dilakukan setelah fardu Isya.
-    Shalat Sunnah Dluha ; Minimal 2 raka’at, optimal 4 raka’at dan maksimal 8 raka’at, bisa masing-masing dua raka’at atau empat raka’at. Dilakukan setelah tergelincir Matahari.
-    Shalat Sunnah Zawal ; Minimal 2 dua raka’at, maksimal 4 raka’a. Dilakukan setelah tergelincir Matahari.
-    Shalat Sunnah Awwabin ; Minimal 2 raka’at, optimal 6 raka’at dan maksimal 20 raka’at. Dilakukan setelah fardu Magrib.
-    Shalat Sunnah Tahajud ; 2 raka’at. Dilakuakan malam hari.

2.  Shalat Sunnah terikat penyebab di awal ada dua bagian. Pertama, disunnahkan berjama’ah. Kedua, tidak disunnahkan berjama’ah.
Shalat Sunnah terikat penyebab di awal yang disunnahkan berjama’ah, ialah :
-    Shalat Sunnah Kusufusy-Syamsi ; 2 raka’at, disertai khutbah. Dilakukan pada saat terjadi gerhana Matahari.
-    Shalat Sunnah Khusuful-Qomar ; 2 raka’at, disertai khutbah. Dilakukan pada saat terjadi gerhana Bulan.
-    Shalat Sunnah Istisqo ; 2 raka’at, disertai khutbah. Dilakukan pada saat memohon hujan.

Shalat Sunnah terikat penyebab di awal yang tidak disunnahkan berjama’ah, ialah :
-    Shalat Sunnah Tahiyyatul Masjid ; 2 raka’at. Dilakukan setiap masuk mesjid.
-    Shalat Sunnah Adzan ; 2 raka’at. Dilakukan setelah kumandang Adzan.
-    Shalat Sunnah Khuruj Minal-Hamam ; 2 raka’at. Dilakukan setelah keluar dari kamar mandi.
-    Shalat Sunnah Zapaf ; 2 raka’at. Dilakukan suami-istri sebelum berhubungan.
-    Shalat Sunnah Khuruj Minal-Ka’bah ;  2 raka’at. Dilakukan setelah keluar dari dalam Ka’bah.
-    Shalat Sunnah Hifdzil-Qur’an ; 2 raka’at. Dilakukan setelah hafal atau tammat Al-Qur’an.
-    Shalat Sunnah Natful-Ibthi ; 2 raka’at. Dilakukan setelah mencabut bulu ketiak.
-    Shalat Sunnah Qoshu-Syarib ; 2 raka’at. Dilakukan setelah mencukur kumis.
-    Shalat Sunnah Halqul-‘Anah ; 2 raka’at. Dilakukan setelah mencukur bulu kemaluan.
-    Shalat Sunnah Halqur-Ro’si ; 2 raka’at. Dilakukan setelah mencukur rambut kepala.
-    Shalat Sunnah Mutlak ; 2 raka’at. Dilakukan setelah tiba di suatu tempat asing.
-    Shalat Sunnah Hajat ; 2 raka’at. Dilakukan ketika mengalami kesulitan dan ada hajat.

3.  Shalat Sunnah terikat penyebab di akhir ada dua bagian. Pertama, disunnahkan berjama’ah. Kedua, tidak disunnahkan berjama’ah.
Shalat Sunnah terikat penyebabnya di akhir yang tidak disunnahkan berjama’ah, ialah :
-    Shalat Sunnah Istikhoroh ; 2 raka’at. Dilakukan setiap memohon kebaikan sesuatu yang dihadapinya.
-    Shalat Sunnah Taubat ; 2 raka’at. Dilakukan sebelum pelaksanaan Taubat.
-    Shalat Sunnah Ihram ; 2 raka’at. Dilakukan sebelum pelaksanaan Ihram.
-    Shalat Sunnah Qotli ; 2 raka’at. Dilakukan ketika terjadi peperangan jika mungkin.
-    Shalat Sunnah Khuruj Minal-Manjal ; 2 raka’at. Dilakukan setiap kali keluar dari rumah.
-    Shalat Sunnah ‘Aqdun-Nikah ; 2 raka’at. Dilakukan sebelum calon pengantin melaksanakan Aqad Nikah.
-    Shalat Sunnah Lailatul-Jum’ah ; 2 raka’at. Dilakukan setelah magrib malam jum’at, motifnya agar dimudahkan dan diselamatkan dalam sakarut maut dan alam kubur.
-    Shalat Sunnah Hifdil-Iman ; 2 raka’at. Dilakukan setelah fardu Magrib, bisa digabung ke shalat Awwabin.
-    Shalat Sunnah Lil-Unsi ; 2 raka’at. Dilakukan di malam pertama dari seorang yang meninggal, dan pahalanya dikirim buat orang yang meninggal tersebut.
-    Shalat Sunnah Isti’adzah ; 2 raka’at. Dilakukan setelah shalat sunnah Dluha, memohon perlindungan.
-    Shalat Sunnah Safar ; 2 raka’at. Dilakukan ketika hendak bepergian.

4. Shalat Sunnah Mutlak yaitu tidak terikat waktu dan sebab, ialah ;
-    Shalat sunnah Tasbih ; 4 raka’at, 4 raka’at satu salam di siang hari dan dua salam di malam hari.

Allah mengetahui segalanya.

Pustaka : Nihayatuz-Zein Syekh, Muhammad Nawawi

Thursday, May 5, 2011

22 HAL MAKRUH DALAM SHALAT


بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْم
عُرِضَتْ عَلَيَّ أُجُورُ أُمَّتِي حَتَّى اَلقَذَاةُ يُخْرِجُهَا الرَّجُلُ مِنْ اَلمَسْجِدِ - رَوَاهُ أَبُو دَاوُدَ
Pahala ummatku diperlihatkan kepadaku, termasuk ketika seseorang membersihkan mesjid 
dari setitik noda. (HR Abu Daud)

وَالمَكْرُوْهاَتُ فىِ الصَّلاَةِ إِثْنَى وَعِشْرُوْنَ ؛
Hal makruh dalam melaksanakan shalat ada 22 macam :

أَحَدُهاَ جَعْلُ يَدَيْهِ فىِ كَمَّيْهِ فىِ خَمْسَةِ أَشْياَءَ عِنْدَ تَحَرُمِهِ وَرُكُوْعِهِ وَسُجُوْدِهِ وَقِياَمِهِ مِنْ تَشَهُدِهِ وَجُلُوْسِهِ لَهُ
Pertama ; Kedua tangan masuk semua ke dalam lengan tangan di lima posisi, yaitu saat Takbiratul Ikhram, Ruku’, Sujud, Berdiri dari Tasyshud dan saat Duduk Tasyahud.

وَثاَنِيْهاَ إِلْتِفتَاتٌ بِوَجْهِهِ بِلاَ حاَجَةٍ أَماَّ إِذاَ كاَنَ لَهاَ كَحِفْظِ مَتاَعٍ فَلاَيُكْرَهُ
Kedua ; Memalingkan muka tanpa hajat, adapun ketika ada hajat seperti menjaga harta maka itu tidak makruh.

وَثاَلِثُهاَ إِشاَرَةٌ بِنَحْوِ عَيْنٍ أَوْحاَجِبٍ أَوْشَفَةٍ بِلاَحاَجَةٍ , وَلَوْ مِنْ أَخْرَسَ وَلاَ تَبْطُلُ بِهاَ الصَّلاَةُ ماَ لَمْ تَكُنْ عَلَى وَجْهِ اللَّعْبِ وَإِلاَّ أَبْطَلَتْ , أَمَّا إِذاَ كاَنَتْ لِلْحاَجَةِ كَرَدِّ السَّلاَمِ وَنَحْوِهِ فَلاَيُكْرَهُ
Ketiga ; Memberi isyarat, seperti dengan mata, alis mata atau bibir dan tanpa hajat. Ini meskipun dari seorang bisu. Ini tidak membatalkan shalat sebatas tidak ada unsur bercanda, bila ada unsur bercanda maka shalat batal. Adapun isyarat itu diperlukan seperti karena menjawab salam maka membri isyarat itu tidak makruh.

وَراَبُِهاَ جَهْرُ بِمَحَلِ إِسْراَرٍ وَعَكْسِهِ حَيْثُ لاَ عُذْرَ فَإِنْ حَصَلَ عُذْرٌ كَأَنْ كَثُرَ اللَّغْطُ عِنْدَهُ فاَحْتاَجَ لِلْجَهْرِ لِيَأْتِىَ بِالقِرَاءَةِ عَلَى وَجْهِهاَ فَلاَكَراَهَةَ
Keempat ; Mengeraskan suara di saat harus bersuara pelan, juga sebaliknya, ini apabila tidak ada udzur (kendala). Tapi apabila ada uzdur, seperti gaduh atau berisik, maka ia perlu untuk mengeraskan suara karena memenuhi hak bacaan sesuai keharusan, ini ini tidak makruh.

وَخاَمِسُهاَ إِخْتِصاَرٌ بِأَنْ يَجْعَلَ يَدَهُ أَوْ يَدَيْهِ عَلَى خاَصِرَتِهِ ماَ لَمْ يَكُنْ لِحاَجَةٍ كَعِلَّةٍ بِجَنْبِهِ وَإِلاَّ فَلاَ كَراَهَةَ , لِخَبَرِ أَبىِ هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ T نَهَى أَنْ يُصَلِّى الرَّجُلُ مُخْتَصِراً رَواَهُ الشَّيْخاَنِ , وَالمَرْأَةُكاَلرَّجُلِ وَمِثْلُهاَ الخُنْثَى وَيُكْرَهُ ذَلِكَ الإِخْتِصاَرُ خاَرِجَ الصَّلاَةِ أَيْضاً , ِلأَنَّهُ فَعْلُ الكُفاَرِ بِالنِّسْبَةِ لِلصَّلاَةِ وَفَعْلُ المُتَكَبِّرِيْنَ خاَرِجَهاَ وَفَعْلُ المُخْنِثِيْنَ وَالنِّساَءِ لِلْعُجْبِ وَأَنَّ الإِبْلِيْسَ لَماَّ أُهْبِطَ مِنَ الجَنَّةِ فَعَلَ كَذَلِكَ وتَفْسِيْرُ الإِخْتِصاَرِ بِذَلِكَ هُوَ المَشْهُوْرُ وَقَدْ يُفَسِّرُ بِاخْتِصاَرٍ السَّجَدَةُ ِلأَنَّهُ مَنْهِىٌ عَنْهُ أَيْضاً
Kelima ; Kelima, Ikhtishor (mengerutkan diri) yaitu menjadikan salah satu atau kedua tangannya di atas lambung atau pinggangnya, selagi hal itu tidak diperlukan, seperti ada rasa sakit di lambungnya, namun apabila sangat diperlukan maka hal itu tidak makruh.

Hal ini berdasarkan hadits Abu Hurairoh, bahwa Rasulullah Saw melarang shalat dari seorang lelaki sambil Ikhtishor mengerutkan diri (mendekap perut dengan satu atau dua tangan). HR Bukhori - Muslim.

Perempuan dengan lelaki dalam hal ini sama, termasuk juga waria. Mengerutkan diri seperti ini juga makruh dilakukan di luar shalat. Karena hal semacam itu adalah salah satu perlakuan orang-orang kafir, ini nisbat dalam keadaan shalat, dan termasuk perlakuan orang-orang takabur adalah nisbat di luar shalat, serta salah satu perlakuan waria dan wanita dalam keadaan Ujubnya (angkuh).

Dan sesungguhnya, Iblis ketika terusir dan turun dari sorga, ia melakukan hal semacam itu. Ikhshor ditafsirkan dengan mengerutkan diri (menjadikan salah satu atau kedua tangannya di atas lambung atau pinggang) adalah tafsiran yang masyhur para Ulama. Penafsiran Ikhshor terkadang makna dari sujud, karena sujud semacam itu juga di larang.

قاَلَ الأَزْهَرِى يَحْتَمِلُ وَجْهَيْنِ أَحَدُهُماَ أَنْ يَخْتَصِرَ الآيَةَ الَّتِى فِيْهاَ السُّجُوْدُ فَيَسْجُدُ لَهاَ , وَالثَّانىِ أَنْ يَقْرَأَ السُّوْرَةَ فَإِذاَ انْتَهِىَ إِلىَ السَّجْدَةِ جاَوَزَهاَ وَلَمْ يَسْجُدْ لَهاَ
Syekh Al-Azhari berkata ; Ikhshor mengandung dua sisi makna :
Pertama, mempersingkat (tidak membaca) ayat yang terdapat sujud (ayat sajadah) dan dapat melakukan sujud karenanya. Kedua, membaca salah satu surat, dan ketika sampai pada ayat sajadah dia melewatinya dan tidak melakukan sujud.

وَساَدِسُهاَ إِسْراَعُ الصَّلاَةِ أَىْ عَدَمُ التَّأَنِى فىِ أَفْعاَلِهاَ وَأَقْواَلِهاَ وَكَذاَ إِسْراَعٌ لِحُضُوْرِهاَ ِلأَنَّهُ يُسَنُّ المَشْىُ إِلىَ المَسْجِدِ عَلَى تَأَنٍ وَسَكِيْنَةٍ وَإِسْراَعٌ ِلإِدْراَكِ التَّحَرُمِ أَوْ غَيْرِهِ مَعَ الإِماَمِ , نَعَمْ إِنْ تَوَقَفَ إِدْراَكَ الجَماَعَةِ عَلَيْهِ يُسَنُّ أَوْ إِدْراَكَ الجُمْعَةِ وَجَبَ
Keenam ; Mempercepat gerakan shalat, yaitu tidak secara perlahan dalam perbuatan dan bacaan shalat.  Demikian pula, makruh cepat-cepat berjalan untuk mendirikan shalat, seperti berlarian, karena sesungguhnya disunnahkan berjalan menuju ke mesjid dengan perlahan dan tenang.

Namun disunnahkan dengan segera untuk mengejar Takbiratul Ikhram atau mengejar yang lainnya agar dapat bersama Imam. Betul harus dengan segera, apabila memang dibutuhkan untuk mengejar berjama’ah bersama Imam maka mempercepat adalah sunnah. Untuk mengejar shalat Jum’at maka mempercepat itu adalah wajib.

وَساَبِعُهاَ تَغْمِيْضُ جَفْنِهِ إِنْ خاَفَ ضَرَراً وَإِلاَّ فَلاَكَراَهَةَ سَواَءٌ الأَعْمَى وَالبَصِيْرُ ِلأَنَّ الجَفْنَ يَسْجُدُ مَعَهُ وَقَدْ يَجِبُ إِذاَ كاَنَ العُرَّاةُ صُفُوْفاً وَقَدْ يُسَنُّ كَأَنْ صَلَّى إِلىَ حاَئِطٍ مُزَوَّقٍ أَىْ مُنْقَسٌ وَمُزَيِّنٌ بِماَيُشَوِّشُ الفِكْرَ أَىْ يَخْلَطُهُ
Ketujuh ; Memejamkan kelopak mata apabila tidak mengundang takut, apabila karena takut maka tidak dimaruhkan, ini bagi orang buta ataupun orang melihat, karena dia akan bersujud bersamaan dengan memejamkan kelopak mata.

Terkadang memejamkan kelopak mata itu wajib, ketika melihat barisan orang-orang telanjang.  Terkadang memejamkan kelopak mata itu sunnah, seperti shalat di samping dinding yang banyak hiasan gambar hingga dapat menimbulkan kebimbangan dalam pikiran, atau mengganggu kekhusyuan.

وَثاَمِنُهاَ إِلْصلَقُ عَضُدَيْهِ بِجَنْبِهِ فىِ رُكُوْعِهِ وَسُجُوْدِهِ
Kedelapan ; Menyentuhkan kedua lengan atas pada lambungnya ketika ruku’ dan sujud.

وَتاَسِعُهاَ إِلْصاَقُ بَطْنِهِ بِفَخْذَيْهِ فىِ الرُّكُوْعِ وَالسُّجُوْدِ
Kesembilan ; Menyentuhkan perut pada kedua pahanya ketika ruku’ dan sujud.

وَعاَشِرُهاَ إِقْعاَءُ الكَلْبِ وَهُوَ إِلْصاَقُ أَلِيَيْهِ بِالأَرْضِ وَنَصْبُ ساَقَيْهِ وَوَضْعُ يَدَيْهِ عَلَى الأَرْضِ , وَهَذاَ أَحَدُ نَوْعَى الإِقْعاَءِ •وووَالنَّوْعُ الآخَرِ هُوَ أَنْ يَضَعَ أَطْـراَفَ أَصاَبِعِ رِجْـلَيْهِ وَرُكْبَتَيْهِ عَلَى الأَرْضِ وَأَلِيَيْهِ عَلَى عَقِبَيْهِ وَهَذاَ سُنَةُ فىِ كُلِّ جُلُوْسٍ يُعَقِبُهُ حَرْكَةٌ , لِماَصَحَّ فَعْلُهُ عَنِ النَّبِىِّ T لَكِنْ الإِفْتِراَشُ أَفْضَلٌ مِنْهُ ِلأَنَّهُ الأَكْثَرُ الأَشْهَرُ
Kesepuluh ; Duduk anjing, yaitu menyentuhkan bokong ke lantai, dengan menegakkan kedua betis serta meletakkan kedua lengan tangan di atas lantai.

Dan ini adalah salah satu dari dua macam duduk, cara duduk yang lain adalah meletakkan ujung-ujung jari kedua kaki dan kedua lutut di atas lantai dan meletakkan bokong di atas kedua tumit. Dan cara ini adalah disunnahkan setiap kali duduk yang diiringi gerakan. Karena perbuatan itu diajarkan dari Nabi SAW, akan tetapi duduk Iftirosy itu adalah lebih utama daripada cara duduk di atas, karena duduk Iftirosy lebih banyak dan masyhur. ( Iftirosy adalah duduk Tasyahud awal )

وَحاَدِى عَشَرَهاَ نَقْرَةُ الغُرَبِ أَىْ ضَرْبُ الأَرْضِ بِجَبْهَتِهِ عِنْدَ السُّجُوْدِ مَعَ الطُّمَأْنِيْنَةِ وَإِلاَّ لَمْ يَكْفِ
Kesebelas ; Mematuk seperti burung gagak, artinya memukulkan dahi ke lantai saat sujud serta tumaninah, apabila tanpa tumaninah maka tidaklah cukup (tidak sah).

وَثاَنىِ عَشَرَهاَ إِفْتَراَشٌ السَّبُعِ فىِ سُجُوْدِهِ بِأَنْ يَضَعَ ذِراَعَيْهِ عَلَى الأَرْضِ كَماَيَفْعَلُ السَّبُعُ

Keduabelas ; Duduk Iftirosy seperti macan, di saat sujud, yaitu dengan meletakkan kedua lengan atau siku di atas lantai, sebagaimana hal itu sering dilakukan hewan buas, misalnya macan.

•ككوَثاَلِثُ عَشَرَهاَ المُباَلَغَةُ فىِ خَفْضِ الرَّأْسِ فىِ الرُّكُوْعِ
Ketigabelas ; Berlebihan merendahkan kepala di saat ruku’.

وَراَبِعُ عَشَرَهاَ إِطاَلَةُ التَّشَهُدِ الأَوَّلِ فىِ غَيْرِ المَأْمُوْمِ بِحَيْثُ زاَدَهُ وَلَوْ بِالصَّلاَةِ عَلَى الآلِ أَوْ الدُّعاَءِ أَمَّا إِذاَ لَمْ يَزِدْهُ فَلاَكَراَهَةَ
Keempatbelas ; Memperpanjang Tasyahud awal, hal ini bagi selain makmum, sekiranya hingga melebihi batas, meskipun dengan menambah bacaan sholawat atas keluarga Nabi atau menambah bacaan do’a, dan apabila tidak menambahnya maka tidaklah makruh.

وَخاَمِسُ عَشَرَهاَ الإِضْطِباَعُ وَلَوْ لِغَيْرِ الرَّجُلِ وَهُوَ أَنْ يَجْعَلَ وَسَطَ رِداَئِهِ تَحْتَ مَنْكَبِهِ الأَيْمَنِ وَطَرْفَيْهِ عَلَى الأَيْسَرِ
Kelimabelas ; Melakukan Idltiba’ meskipun bukan kaum lelaki, yaitu menjadikan tengah-tengah selendang di bawah pundak sebelah kanan, lalu kedua ujung selendang itu dijadikan di atas pundak sebelah kiri.

وَساَدِسُ عَشَرَهاَ تَشْبِيْكُ الأَصاَبِعِ وَهُوَ إِدْخاَلُ بَعْضِهاَ فىِ بَعْضٍ , أَمَّا خاَرِجُ الصَّلاَةِ فَإِنْ كاَنَ فىِ المَسْجِدِ مُنْتَظِراً لِلصَّلاَةِ وَلَوْ غَيْرَ مُسْتَقْبِلَ القِبْلَةِ فَهُوَ مَكْرُوْهٌ أَيْضاً وَإِلاَّ فَلاَ قاَلَ مُحَمَّدْ حِسْبُ اللهِ إِنَّ التَّشْبِيْكَ يُوْرِثُ النُّعاَسَ
Keenambelas ; Men-Tasybik-kan jari tangan, yaitu memasukkan jari-jari tangan ke sela-sela jari-jari tangan lainnya. Adapun Tasybik yang di lakukan di luar shalat, maka apabila di dalam mesjid untutk menunggu waktu shalat, meski tidak menghadap kiblat maka hal itu juga makruh, dan apabila tidak menunggu waktu shalat maka tidaklah makruh. Syekh Muhammad Hisbullah berkata ; Sesungguhnya Tasybik itu menimbulkan ngantuk.

وَساَبِعُ عَشَرَهاَ تَفَرْقَعُ الأَصاَبِعِ وَالتَّفَرْقَعُ هُو َمَصْدَرُ تَفَرْقَعَ عَلَى وَزْنِ تَدَخْرَجَ , قاَلَ فىِ القاَمُوْسِ فَرْقَعُ الأَصاَبْعِ أَىْ نَفْضِيُهاَ وَضَرْبٌ بِهاَ لِتَصَوُّتٍ
Ketujuhbelas ; Tafarqo’u yaitu menepukkan jari tangan. Lafadz Tafarqo’u adalah bentuk masdar Tafarqo’a sesuai dengan pedoman wajan lafadz Tadahroja.  Dalam kamus tertuang,  Farqo’u, artinya melemaskan jari tangan lalu menepukkannya agar bersuara.

وَثاَمِنُ عَشَرَهاَ الإِسْباَلُ وَهُوَ إِرْخاَءُ الإِزاَرِ عَلَى الأَرْضِ
Kedelapanbelas ; Isbaal, yaitu membiarkan ujung kain bagian bawah hingga menyentuh lantai.

وَتاَسِعُ عَشَرَهاَ بَصْقٌ أَماَماً وَيَمِيْناً لاَيَساَراً , لِخَبَرِ الشَّيْخاَنِ إِذاَ كاَنَ أَحَدُكُمْ فىِ الصَّلاَةِ فَإِنَّهُ يُناَجِى رَبَّهُ عَزَّ وَجَلَّ فَلاَيَبْزُقُنَّ بَيْنَ يَدَيْهِ وَلاَعَنْ يَمِيْنِهِ وَلَكِنْ عَنْ يَساَرِهِ , وَهَذاَ فىِ غَيْرِ المَسْجِدِ أَمَّا فِيْهِ فَيَحْرُمُ إِنْ اتَّصَلَ بِشَيْءٍ مِنْ أَجْزاَئِهِ بَلْ يَبْصِقُ فىِ طَرْفِ ثَوْبِهِ مِنْ جاَنِبِهِ الأَيْساَرِ وَيَلِفُ بَعْضَهُ بِبَعْضٍ
Kesembilanbelas ; Meludah ke arah depan dan ke sebelah kanan, kecuali ke sebelah kiri. Hal ini karena berdasar hadits Bukhori - Muslim : “Apabila salah satu diantara kalian serdang dalam shalat, maka sungguh dia sedang bermunajat terhadap tuhannya yang Maha mulia nan Maha Agung, oleh karenanya janganl meludah ke depan dan ke sebelah kanan, akan tetapi boleh meludah ke sebelah kiri.”

Boleh meludah ke sebelah kiri ini ketika shalat yang bukan di mesjid, adapun ketika shalat di dalam mesjid maka meludah itu di haramkan, apabila sampai mengenai bagian mesjid. Akan tetapai boleh meludah pada ujung (saku) baju sebelah kiri lalu melipatkannya.

وَعَشِرُوْهاَ كَفُّ ثَوْبٍ أَوْ شَعْرٍ لِلرَّجُلِ أَىْ مَنْعِهِ مِنَ السُّجُوْدِ مَعَهُ دُوْنَ المَرْأَةِ وَالخُنْثَى بَلْ قَدْ يَجِبُ كَفُّ شَعْرِهِماَ
Keduapuluh ; Menahan baju atau menahan rambut bagi kaum lelaki, artinya menahan baju atau rambut agar tidak terbawa sujud. Kecuali bagi perempuan dan waria, bahkan bagi kaum perempuan dan waria wajib menahan atau menghalangi rambutnya, agar tidak ikut terbawa sujud.

وَلِذَلِكَ قاَلَ القَلْيُوْبىِ ؛ نَعَمْ يَجِبُ كَفُّ شَعْرِ امْرَأَةٍ وَخُنْثَى تَوَقَفَتْ صِحَّةُ الصَّلاَةِ عَلَيْهِ وَلاَيُكْرَهُ بَقاَؤُهُ مَكْفُوْفاً وَلاَفَرْقَ بَيْنَ الصَّلاَةِ عَلَى الجِناَزَةِ وَغَيْرِهاَ وَلاَبَيْنَ القاَئِمِ وَالقاَعِدِ لِخَبَرٍ ؛ أُمِرْتُ أَنْ أَسْجُدَ عَلَى سَبْعَةِ أَعْظَمٍ وَلاَأَكِفُّ ثَوْباً وَلاَشِعْراً رَواَهُ الشَّيْخاَنِ
Oleh karena demikian itu, Syekh Al-Qolyubiy berkata ; Betul demikian di atas itu, wajib menahan atau menghalangi rambut perempuan dan kaum waria, karena sah shalat mereka membutuhkan gerakan semacam itu. Tidak makruh menngikat baju atau rambut tertahan. Tidak ada bedanya antara shalat jenazah dan shalat lainnya. Juga tidak ada bedanya antara shalat berdiri dan shalat sambil duduk.

Hal ini berdasarkan hadits : Aku (Nabi Saw) di perintahkan agar bersujud di atas tujuh pokok anggota badan, dan agar aku tidak menahan baju dan menahan rambut.” (HR. Bukhori-Muslim)

وَفىِ رِواَيَةٍ أُمِرْتُ أَنْ لاَأَكْفِتُ الشَّعْرَ أَوْ الثِّياَبَ وَأَكْفِتُ بِكَسْرِ الفاَءِ وَبِالتَّاءِ مِنْ باَبِ ضَرَبَ أَىْ أَجْمَعُ , وَمِنْ ذَلِكَ أَنْ يُصَلِّى وَشِعْرُهُ مَعْقُوْصٌ أَوْمَرْدُوْدٌ تَحْتَ عَماَمَتِهِ أَوْثَوْبِهِ أَوْكَمِهِ مُشْمِرٌ أَىْ مَرْفُوْعٌ , وَيُسَنُّ لِمَنْ رَآهُ كَذَلِكَ وَلَوْ مُصَلِّياً آخَرَ أَنْ يَحِلَّهُ حَدِيْثَ لاَ فِتْنَةَ , نَعَمْ لَوْ باَدَرَ شَخْصٌ وَحَلَّ كَمَّهُ المُشْمِرَ وَكاَنَ فِيْهِ ماَلٌ وَتَلِفَ كاَنَ ضاَمِناً لَهُ , وَمِنْهُ شَدُّ الوَسَطِ فَيُكْرَهُ إِلاَّ لِحاَجَةٍ بِأَنْ كاَنَتْ تُرَى عَوْرَتُهُ بِدُوْنِ الحَزاَمِ
Dalam riwayat lain ; “Aku (Nabi Saw) di perintahkan agar aku tidak menyatukan rambut dan baju (saat sujud hingga sebagian terhalangi). Lafadz “Akfitu” dengan kasrah huruf Fa dan dengan menggunakan huruf Ta, lafadz ini termasuk bab “Dloroba” artinya aku menyatukan.

Dengan demikian, Ketika shalat hendaknya terlebih dahulu rambut di potong hingga di bawah sorban, atau sampai bawah baju,, dan juga lengan bajunya di lipat atau di angkat, (agar tidak terbawa sujud). Disunnahkan bagi orang yang melihatnya, meskipun dia sendiri dalam shalat agar memberi peringatan, ketika tidak menimbulkan fitnah.

Betul demikian, dan apabila seseorang segera dan membuka lengan bajunya yang terangkat, dan pada lengan baju itu terdapat suatu harta dan rusak karenanya, maka orang tersebut menanggung atas kerusakannya. Termasuk mengikat bagian pingggang, maka hal itu makruh kecuali karena dibutuhkan, seperti auratnya akan terlihat apabila tanpa memakai ikat pinggang.

أَمَّا العَذَبَةُ وَهِىَ طَرْفُ عَماَمَِهِ فَيُكْرَهُ غَرَزُهاَ فىِ عَماَمَتِهِ بَلْ يُسَنُّ إِرْخاَؤُهاَ وَيُكْرَهُ أَيْضاً خاَرِجَ الصَّلاَةِ لَكِنَّهُ فىِ الصَّلاَةِ أَشَدَّ كَراَهَةٍ ِلأَنَّهُ T قاَلَ أَنَّ اللهَ يُكْرِهُ العَماَمَةَ الصَّماَءِ
Adapun ‘Adzabah  yaitu ujung atau ekor sorbannya maka makruh melipatkannya kebagian dalam sorbannya, bahkan di sunnahkan melepaskannya keluar. Dan makruh juga hal itu di lakukan di luar shalat.Akan tetapi hal itu di lakukan dalam shalat, sangat makruh, karena Baginda Nabi Saw berkata ; Sesunggunya Allah membenci sorban yang Shoma (memakai sorban tanpa mengeluarkan salah satu ujungnya )

وَحاَدِى عَشَرَيْهاَ وَضْعُ يَدِهِ عَلَى فَمِّهِ بِلاَحاَجَةٍ فَإِنْ كاَنَ لَهاَ كَماَ إِذاَ تَثاَءَبَ فَلاَكَراَهَةَ بَلْ يُسْتَحَبُ لَهُ ذَلِكَ , وَيُسَنُّ أَنْ يَكُوْنَ المَوْضُوْعُ اليَدُ اليُسْرَى وَالأَوْلىَ ظَهْرُهاَ كَماَ أَفْتَى بِذَلِكَ شَيْخُناَ عَبْدُ الغَنِى
Keduapuluh satu ; Meletakkan tangan di atas mulut tanpa ada kebutuhan, dan apa bila karena ada kebutuhan seperti menguap, maka hal itu tidak makruh, bahkan di sunnahkan menutup mulut ketika menguap.

Disunnahkan adanya tangan untuk menutup mulut adalah dengan menggunakan tangan kiri, dan yang paling utama adalah dengan punggung tangan kiri. Hal ini sebagaimana fatwa guru kita Syekh Abdul Gina.

وَثاَنىِ عَشَرَيْهاَ تَلْثِمٌ لِرَجُلٍ وَهُوَ تَغْطِيَّةُ الفَمِّ وَتَنْقِبُ لِغَيْرِهِ وَهُوَ تَغْطِيَّةُ ماَزاَدَ عَلَى الفَمِّ مِنَ الوَجْهِ لِلنَّهْىِ عَنِ الأَوَّلِ , وَقِيْسَ بِهِ الثَّانىِ قاَلَهُ ابْنُ حَجَرٍ فىِ المِنْهَجِ القَوِيْمِ

Keduapuluh dua ; Taltsiam (menutup sebagian kepala) bagi lelaki, yaitu pertama menutup mulut dan membalut bagian kepala lainnya (kecuali kedua matanya) yaitu kedua menutup semua bagian muka kecuali mulut, karena hal ini ada larangan dari yang pertama, Yang kedua di ukurkan sama dengan yang pertama, demikian pendapat Ibnu Hajar dalam kitab Minhajul Qowiim.

Allah mengetahui segalanya.

Pustaka : Fiqih Imam Syafe'i, KASYIFATUS-SAJA-Syekh Nawawi Banten

KONSULTASI HUKUM ISLAM

KAJIAN HARI SABTU

KAJIAN HARI MINGGU

TADARUS MALAM RABU

SYARAH SAFINATUN-NAJA

SYARAH SAFINATUN-NAJA
TERJEMAH KASYIFATUS-SAJA SYARAH SAFINATUN-NAJA

WASPADAI BELAJAR TANPA GURU

WASPADAI BELAJAR TANPA GURU
Ketika mendapatkan ilmu agama Islam tanpa bimbingan guru Maka jelas gurunya syetan, bahkan kesesatan akan lebih terbuka lebar Waspadailah belajar agama Islam tanpa bimbingan guru. Nah, apakah anda punya guru? .. kunjungilah beliau…!! Apabila ingin mendapat ilmu manfaat dan terjaga dari kesesatan

SILSILAH GURU AHMAD DAEROBIY (KANG DAE)