بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
مَا يَفْعَلُ اللهُ بِعَذَابِكُمْ إِنْ شَكَرْتُمْ وَآمَنْتُمْ وَكَانَ اللهُ شَاكِرًا عَلِيْمًا
Allah Tidak akan menyiksa kalian, apabila kalian mau bersyukur dan beriman
Allah adalah Maha Mensyukuri[370] lagi Maha mengetahui. (QS. An-Nisa 147)
[370] Allah memberi pahala terhadap amal hamba-Nya, memaafkan kesalahan dan menambah nikmat-Nya.
إِعْلَمْ أَنَّ كُلَّ خَيْرٍ وَلَذَّةٍ وَسَعاَدَةٍ بَلْ كُلُّ مَطْلُوْبٍ وَمُؤَثَّرٍ فَإِنَّهُ يُسَمَّى نِعْمَةً وَلَكِنَ النِّعْمَةُ بِالحَقِيْقَةِ هِىَ السَّعاَدَةُ الآُخْرَوِيَّةِ وَتُسَمِّيْهِ ماَ سِوَاهاَ نِعْمَةً وَسَعاَدَةً إِمَّا غَلَطٌ وَإِمَّا مَجاَزٌ كَتَسْمِيَّةِ السَّعاَدَةِ الدُّنْيَوِيَّةِ الَّتِى لاَ تُعِيْنُ عَلَى الآَخِرَةِ نِعْمَةً فَإِنَّ ذَلِكَ غَلَطُ مَحْضٍ
Ketahuilah, bahwa setiap kebaikan, kenikmatan dan kesenangan bahkan semua yang diharapankan ataupun semua yang didapatkan, itulah yang paling sering dinamakan kenikmatan. Akan tetapi kenikmatan hakiki ialah kesenangan akhirat. Selain itu, bisa jadi kesalahan penamaan atau nama majaz (sindiran). Kesenangan dunia yang di dalamnya tidak bernilai akhirat, lalu dinyatakan sebuah kenikmatan, hal itu murni keliru besar.
وَقَدْ يَكُوْنُ اِسْمُ النِّعْمَةِ لِلشَّيْءِ صِدْقاً وَلَكِنْ يَكُوْنُ إِطْلاَقُهُ عَلَى السَّعَادَةِ الأُخْرَوِيَّةِ أَصْدَقُ فَكُلُّ سَبَبٍ يُوْصِلُ إِلىَ سَعاَدَةِ الآَخِرَةِ وَيُعِيْنُ عَلَيْهاَ إِمَّا بِوَسِطَةٍ وَاحِدَةٍ أَوْ بِوَسَائِطَ فَإِنَّ تَسْمِيَّتَهُ نِعْمَةً صَحِيْحَةٌ وَصِدْقٌ ِلأَجْلِ أَنَّهُ يُفْضِى إِلىَ النِّعْمَةِ الحَقِيْقِيَّةِ
Terkadang penamaan nikmat pada sesuatu itu hanya faktor kebetulan. Namun kenikmatan mutlak terdapat pada kesenangan akhirat, bukanlah suatu kebetulan. Oleh karena itu segala hal yang mengarah atau penyebab untuk mendapatkan kesenangan akhirat dan mendorongnya, melalui satu perantara atau beberapa perantara, itulah yang dinamakan nikmat yang benar dan sesungguhnya, karena hal itu mengarah kenikmatan hakiki.
Jujur saja, segala hal yang terjadi kepada kita terbagi empat bagian ;
إِلىَ ماَ هُوَ ناَفِعٌ فىِ الدُّنْياَ وَالآَخِرَةِ جَمِيْعاً كاَلعِلْمِ وَحُسْنِ الخُلُقِ > فاَلنَّافِعُ فىِ الحاَلِ وَالمَآَلِ هُوَ النِّعْمَةُ تَحْقِيْقاً
Pertama : Nyaman di dunia dan nyaman di akhirat, seperti memiliki ilmu agama dan akhlak baik. Ketika nyaman di dunia dan di akhirat, maka tiada lain itulah kenikmatan hakiki.
وَإِلىَ ماَ هُوَ ضاَرٌّ فِيْهِماِ جَمِيْعاً كاَلجَهْلِ وَسُوْءِ الخُلُقِ > فاَلضَّارُّ فِيْهِماَ هُوَ البَلاَءُ تَحْقِيْقاً وَهُوَ ضِدُّهُماَ
Kedua : Tidak nyaman di dunia dan tidak nyaman di akhirat, seperti bodoh dalam agama dan buruk akhlak. Tidak nyaman di dunia dan di akhirat tiada lain itulah malapetaka yang nyata.
وَإِلىَ ماَ يَنْفَعُ فىِ الحاَلِ المُضِرُّ فىِ المَآَلِ كاَلتَّلَذُّذِ بِاتِّباَعِ الشَّهْوَةِ > فاَلنَّافِعُ فىِ الحاَلِ المُضِرُّ فىِ المَآَلِ بَلاَءٌ مَحْضٌ عِنْدَ ذَوِى البَصَائِرِ وَتَظُنُّهُ الجُهاَلُ نِعْمَةً , وَمِثاَلُهُ الجَائِعُ إِذاَ وَجَدَ عَسَلاً فِيْهِ سَمٌّ فَإِنَّهُ يَعِدُهُ نِعْمَةً إِنْ كاَنَ جاَهِلاً وَإِذَا عَلَّمَهُ عِلْمٌ أَنَّ ذَلِكَ بَلاَءٌ سِيْقَ إِلَيْهِ
Ketiga : Nyaman di dunia tapi tidak nyaman di akhirat, seperti bersenang-senang dengan mengikuti hawa nafsu. Menurut akal cerdas, ini nyata malapetaka juga. Orang awam menyebutnya kenikmatan. Umpamanya, seorang yang lapar menemukan madu yang mengandung racun, orang awam akan menyebutnya menemukan kenikmatan, akan tetapi apabila dibimbing ilmu, ia akan menyebutnya mengundang malapetaka.
وَإِلىَ ماَ يَضُرُّ فىِ الحاَلِ وَيَؤَلَّمُ وَلَكِنْ يَنْفَعُ فىِ المَآَلِ كَقَمْعِ الشَّهْوَاتِ وَمُخاَلِفَةِ النَّفْسِ > فاَلضَّارُّ فىِ الحَالِ النَّافِعُ فىِ المَآَلِ نِعْمَةٌ عِنْدَ ذَوِى الأَلْباَبِ بَلاَءٌ عِنْدَ الجُهاَلِ , وَمِثَالُهُ الدَّوَاءُ البِشْعِ فىِ الحاَلِ مِذَاقَةٌ إِلاَّ أَنَّهُ شاَفٍ مِنَ الأَمْرَاضِ وَالأَسْقاَمِ وَجاَلِبٌ لِلصِّحَةِ وَالسَّلاَمَةِ فاَلصَّبِىُّ الجاَهِلُ إِذَا كُلِّفَ شُرْبَهُ ظَنَّهُ بَلاَءً وَالعَاقِلُ يَعُدُّهُ نِعْمَةً
Keempat : Tidak nyaman di dunia bahkan menyakitkan tetapi nyaman di akhirat, seperti menahan dan mengendalikan hawa nafsu. Menurut akal sehat, ini merupakan kenikmatan besar, tetapi malapetaka menurut awam. Umpamanya, jamu ialah obat pahit dan tidak nyaman saat di minum, tetapi kemudian ia akan nyaman, sembuh dari penyakit, bugar, sehat dan selamat. Seorang anak kecil yang awam, apabila diminta meminum jamu, ia akan mengira malapetaka. Sedang orang yang berakal akan menyebutnya sebuah kenikmatan.
Amal ibadah memang tidak nyaman serta tidak sesuai keinginan, namun orang yang berakal cerdas dan sehat, akan menyatakan itu adalah kenikmatan hakiki, menikmatinya dengan nyaman di dunia, apalagi kelak di akhirat. “Masalahnya apakah amal ibadah kita sudah dirasa nikmat nan lezat ?!” tanyakan itu pada nurani kita !....
Allah mengetahui segalanya…...