مَنْ مَشَى إِلىَ صَلاَةٍ مَكْتُوْبَةٍ فيِ الجَماَعَةِ فَهِيَ كَحَجَّةٍ وَمَنْ مَشَى إِلىَ صَلاَةِ تَطَوُّعٍ فَهِيَ كَعُمْرَةٍ تاَمَّةٍ
Barangsiapa melangkahkan kaki untuk melaksanakan shalat fardu berjama’ah maka itu laksana melaksanakan ibadah Haji. Barangsiapa melangkahkan kaki untuk melaksanakan shalat sunnah maka itu laksana melaksanakan ibadah Umrah sempurna. (HR. Thabraniy)
وَحَقِيْقَةُ الجَماَعَةِ هُناَ الاِرْتِباَطُ الحاَصِلِ بَيْنَ الإِماَمِ وَالمَأْمُوْمِ وَلَوْ وَاحِدًا وَهِيَ مِنْ خَصاَئِصِ هَذِهِ الأُمَّةِ كاَلجُمْعَةِ وَالعِيْدَيْنِ وَالكُسُوْفَيْنِ وَالاِسْتِسْقاَءِ
Hakikat shalat berjama’ah di sini ialah kesinambungan yang didapatkan antara imam dan makmum, meskipun satu orang makmum. Shalat berjama’ah ini ialah ketentuan khusus ummat ini, seperti shalat jum’at, shalat hari raya, shalat gerhana dan shalat Istisqo.
قاَلَ المَناَوِيْ وَحِكْمَةُ مَشْرُوْعِيَّتِهاَ قِياَمُ نِظاَمِ الأُلْفَةِ بَيْنَ المُصَلِّيْنَ , وَلِذَا شُرِعَتْ المَساَجِدُ فيِ المَحاَلِ لِيَحْصُلَ التَّعَاهُدُ بِاللِّقاَءِ فيِ أَوْقاَتِ الصَّلاَةِ بَيْنَ الجِيْرَانِ وَِلأَنَّهُ قَدْ يُعْلَمُ الجاَهِلُ مِنَ العَالِمِ ماَ يَجْهَلُهُ مِنْ أَحْكاَمِهَا وَِلأَنَّ مَرَاتِبَ النَّاسِ مُتَفَاوِتَةٌ فيِ العِباَدَةِ فَتَعُوْدُ بَرْكَةُ الكَامِلِ عَلَى النَّاقِصِ فَتَكْمُلُ صَلاَةُ الجَمِيْعِ اهـ
Imam Al-Manawiy berkata : Hikmah diberlakukan shalat berjama’ah ialah mempererat hubungan sosial antara orang-orang shalat. Oleh karenanya, diberlakukan juga mendirikan mesjid di suatu tempat, agar bisa lebih memperhatikan waktu shalat berjama’ah antara masyarakat, juga agar bisa menyempurnakan shalat orang-orang awam, karena martabat ibadah manusia itu beragam, dengan demikian keberkahan yang sempurna akan menutupi shalat yang kurang, yang pada akhirnya shalat yang dilakukan semuanya akan menjadi sempurna. SHALAT SEMPURNA MERUPAKAN MUKJIZAT TIDAK TERNILAI.
وَقَدْ وَرَدَ فيِ فَضْلِهاَ أَحاَدِيْثٌ كَثِيْرَةٌ مِنْهاَ ؛ ماَرَوَاهُ التُّرْمُذِي عَنْ أَنَسَ أَيْضًا - مَنْ صَلَّى أَرْبَعِيْنَ يَوْمًا فيِ جَماَعَةٍ يَدْرِكُ التَّكْبِيْرَةَ الأُوْلىَ كُتِبَ لَهُ بَرَاءَتاَنِ بَرَاءَةٌ مِنَ النَّارِ وَبَرَاءَةٌ مِنَ النِّفَاقِ -
Mukjizat shalat berjamah banyak tertuang dalam hadits-hadits, diantaranya riwayat Turmudzi dari Anas berikut - “Barangsiapa shalat berjama’ah selama empat puluh hari berjama’ah, dengan mengejar Takbiratul-Ihram bersama Imam, maka baginya dicatat dua poin titik aman, bebas api neraka dan bebas kemunafikan”-.
وَفيِ المَنْحِ السَّنِيَّةِ عَلَى الوَصِيَّةِ المَتْبُوْلِيَّةِ لِلْقُطُبْ الشَّعْرَانِي ماَ نَصَّهُ - وَقَدْ كاَنَ السَّلَفُ يَعِدُوْنَ فَوَاتَ صَلاَةِ الجَماَعَةِ مُصِيْبَةً وَقَدْ وَقَع أَنَّ بَعْضَهُمْ خَرَجَ إِلىَ حَائٍطٍ لَهُ يَعْنِي حَدِيْقَةَ نَخْلٍ فَرَجَعَ وَقَدْ صَلَّى النَّاسُ صَلاَةَ العَصْرِ فَقاَلَ إِنَّا ِللهِ فَاتَتْنِي صَلاَةُ الجَماَعَةِ أُشْهِدُكُمْ عَلَيَّ أَنَّ حاَئِطِيْ عَلَى المَساَكِيْنَ صَدَقَةً -
Dalam pustaka Al-Manhu Saniyyah (Wasiat Nabi SAW) disusun oleh Al-Qutub Asya’roniy ada catatan berikut – “Para Ulama salaf (sahabat) meyakini bahwa tertinggal shalat berjama’ah adalah musibah. Suatu hari salah seorang sahabat pernah pergi keluar rumah menuju kebun kurma, ketika kembali ternyata orang-orang sudah melaksanakan shalat Asar berjama’ah, ia tertinggal shalat berjama’ah. Dan ia pun berkata ; “Inna Lillah, saya tertinggal shalat berjama’ah, saksikan kepada kalian semua, bahwa saya nadzar (memberi wajib) kebun kurma saya disedekahkan untuk orang-orang miskin (sebagai kifarat dosa yang berakibat tertinggal shalat berjama’ah)” -.
وَفاَتَتْ عَبْدُ اللهِ بِنْ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُماَ صَلاَةَ العِشاَءِ فيِ الجَمَاعَةِ فَصَلَّى تِلْكَ اللَّيْلَةِ حَتَّى طَلَعَ الفَجْرُ جَبْرًا لِماَ فاَتَهُ مِنْ صَلاَةِ العِشاَءِ فيِ الجَمَاعَةِ
Abdullah bin Umar ra suatu saat pernah tertinggal shalat berjama’ah Isya karena sesuatu, kemudian beliau melaksanakan shalat Isya tersebut berulang-ulang sampai terbit fajar, untuk menambal martabat berjama’ah shalat Isya yang tertinggal.
وَعَنْ عُبَيْدِ اللهِ بِنْ عُمَرْ القَوَارِيْرِيْ رَحِمَهُ اللهُ تَعاَلىَ قاَلَ ؛ لَمْ تَكُنْ تَفُوْتَنِي صَلاَةٌ فيِ الجَماَعَةِ فَنَزَلَ بِي ضَيْفٌ فَشَغَلْتُ بِسَبِبِهِ عَنْ صَلاَةِ العِشَاءِ فيِ المَسْجِدِ فَخَرَجْتُ أَطْلُبُ المَسْجِدَ ِلأُصَلِّيْ فِيْهِ مَعَ النَّاسِ فَإِذاً المَسَاجِدُ كُلُّهاَ قَدْ صَلَّى أَهْلُهَا وَغُلِقَتْ فَرَجَعْتُ إِلىَ بَيْتِي وَأَناَ حَزِيْنٌ عَلَى فَوَاتِ صَلاَةِ الجَمَاعَةِ فَقُلْتُ وَرَدَ فيِ الحَدِيْثِ إِنَّ صَلاَةَ الجَمَاعَةِ تَزِيْدُ عَلَى صَلاَةِ الفَذِّ سَبْعًا وَعِشْرِيْنَ فَصَلَيْتُ العِشَاءَ سَبْعًا وَعِشْرِيْنَ مَرَّةً ثُمَّ نُمْتُ فَرَأَيْتُنِي فيِ المَناَمِ عَلَى فَرْسٍ مَعَ قَوْمٍ عَلَى خَيْلٍ وَهُمْ أَمَامِيْ وَأَناَ أَرْكِضُ فَرْسِي خَلْفَهُمْ فَلاَ أَلْحِقُهُمْ فاَلْتَفَتُ إِليَ وَاحِدٍ مِنْهُمْ وَقاَلَ تَتْعَبُ فَرْسَكَ فَلَسْتَ تَلْحَقُناَ فَقُلْتُ وَلِمَ ياَ أَخِيْ قَالَ ِلأَنَّا صَلَّيْناَ العِشاَءَ فيِ الجَماَعَةِ وَأَنْتَ قَدْ صَلَّيْتَ وَحْدَكَ فاَسْتَيْقَظْتُ وَأَناَ مَهْمُوْمٌ حَزِيْنٌ
Syekh Ubaedillah bin Umar Al-Qowaririy rhm bercerita ; Saya memang tidak pernah tertinggal shalat berjama’ah, suatu saat saya kedatangan tamu dan tentunya saya sibuk melayani tamu itu sehigga saya tertinggal shalat berjama’ah Isya di mesjid tepat awal waktu. Setelah tamu pulang kemudian saya langsung pergi ke mesjid agar bisa shalat Isya berjama’ah meskipun tidak awal waktu, ketika sampai mesjid, ternyata semua orang sudah melaksanakan shalat Isya, bahkan pintu mesjid sudah terkunci. Akhirnya saya pulang ke rumah dengan penuh penyesalan. Sebelum masuk rumah, tiba-tiba teringat dalam benak saya sebuah hadits “Sesungguhnya shalat berjama’ah itu melebihi shalat 27 kali sendirian” kemudian saya melaksanakan shalat Isya 27 kali dengan harapan dapat mengimbangi martabat shalat berjama’ah, setelah shalat saya pun tidur.
Dalam tidur saya bermimpi, saya mengendarai kuda beserta orang-orang, saya berada di belakang sedangkan orang-orang berada jauh di depan, saya memacu kuda agar bisa seiring bersama mereka, namun sayang saya tidak sanggup mengejarnya. Kemudian saya memandang salah satu dari mereka.
“Kamu menyusahkan kuda mu, meskipun memacu dengan kecepatan tinggi kamu tidak akan sanggup mengejar kami”. Begitu ia berkata kepada saya. “Mengapa hai kawan?” Saya bertanya kepadanya. “Karena kami melaksanakan shalat Isya berjama’ah sedangkan kamu melaksanakan shalat Isya sendirian meskipun dilakukan sampai 27 kali”. Jawabnya. Mendangar jawaban itu, saya pun terbangun, sedih bercampur penyesalan.
وَقَالَ بَعْضُ السَّلَفِ ماَ فاَتَتْ أَحَدًا صَلاَةُ الجَمَاعَةِ إِلاَّ بِذَنْبٍ أَصَابَهُ وَقَدْ كاَنُوْا يَعِزُوْنَ أَنْفُسَهُمْ سَبْعَةَ أَيَّامٍ إِذَا فَاتَتْ أَحَدُهُمْ صَلاَةَ الجَمَاعَةِ وَقِيْلَ رَكْعَةً وَيَعِزُوْنَ أَنْفُسَهُمْ ثَلاَثَةَ أَيَّامٍ إِذَا فاَتَتْهُمُ التَّكْبِيْرَةُ الأُوْلىَ مَعَ الإِماَمِ فاَعْلَمْ ذَلِكَ ياَ أَخِيْ اهـ
Sebagian Ulama Salaf (Sahabat) berkata ; Tidak semata-mata mengalami tertinggal shalat berjama’ah melainkan hal itu hanya disebabkan suatu dosa yang telah di perbuat. Diantara mereka sering mengkarantina diri selama satu minggu untuk proses rehabilitasi apabila salah seorang dari mereka tertinggal shalat berjama’ah bahkan sekalipun hanya tertinggal satu raka’at. Mereka juga melakukan rehabilitasi diri mereka selama tiga hari apabila dalam shalat berjama’ah itu tertinggal Takbiratul-Ikhram bersama imam, renungkanlah hal ini wahai sahabatku..?!
Allah mengetahui segalanya
Pustaka : Kitab I’anathuth-Thalibin Syekh Abu Bakar bin Muhammad Syatho Ad-Dimyatiy
No comments:
Post a Comment
SAMPAIKAN KOMENTAR ATAU KONSULTASI ANDA DI SINI..OK