بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
[ فَصْلٌ ] فىِ بَياَنِ الإِسْتِحاَلَةِ وَالمُطَهِّرِ
المُحِيْلِ (الَّذِى يَطْهَرُ) هُوَ مِنْ باَبِ قَتَلَ وَقَرَبَ أَىْ يُنْقِى
وَيَبْرَأُ (مِنَ النَّجاَساَتِ ثَلاَثَةٌ) ؛
أَحَدُهاَ (الخَمْرُ) بِغَيْرِ تاَءٍ وَهِىَ كُلُّ
مُسْكِرٍ وَلَوْ مِنْ نَبِيْذِ التَّمَرِ أَىْ مِنَ المَتْرُوْكِ مِنْهاَ حَتَّى
يَشْتَدَّ أَوْ القَصْبِ أَوْ العَسْلِ أَوْ غَيْرِهاَ مُحْتَرَمَةٌ كاَنَتْ
الخَمْرُ وَهِىَ الَّتِى عُصِرَتْ بِقَصْدِ الخَلِيَّةِ أَوْلاَ بِقَصْدِ شَيْءٍ
أَوْ الَّتِى عَصَرَهاَ الكاَفِرُ أَمْ لاَ وَهِىَ
الَّتِى عُصِرَتْ بِقَصْدِ الخَمْرِيَّةِ وَكاَنَ العاَصِرُ مُسْلِماً وَيَجِبُ
إِراَقَتُهاَ حِيْنَئِذٍ قَبْلَ التَّخَلُّلِ
(إِذاَ تَخَلَّلَتْ بِنَفْسِهاَ) أَىْ مِنْ غَيْرِ
مُصاَحِبَةٍ عَيْنٍ فَهِىَ طاَهِرَةٌ
ِلأَنَّ عِلَّةَ النَّجاَسَةِ الإِسْكاَرُ وَقَدْ زاَلَ وَِلأَنَّ العَصِيْرَ
غاَلِباً لاَيَتَخَلَلُ إِلاَّ بَعْدَ التَّخَمُّرِ فَلَوْ لَمْ نَقُلْ
بِالطَّهاَرَةِ لَتَعَذَرَ اتِّخاَذُ خَلٍّ مِنَ الخَمْرِ وَهُوَ حَلاَلٌ
إِجْماَعاً
وَيَطْهُرُ دَنُّهاَ مَعَهاَ وَإِنْ غَلَّتْ بِنَفْسِهاَ
حَتَّى ارْتَفَعَتْ وَتَنَجَسَ بِهاَ ماَتَلَوَثَ فَوْقُهاَ بِغَيْرِ
غِلَياَنِهاَ مِنْ دَنِهاَ
أَمَّا إِذاَ تَخَلَّلَتْ بِمُصاَحِبَةِ عَيْنٍ وَإِنْ
لَمْ تُؤَثِّرُ فىِ التَّخْلِيْلِ كَحَصاَةٍ فَلاَ تَطَهَّرَ لِتَنَجُسِهاَ بَعْدَ تَخَلُّلِهاَ
بِالعَيْنِ الَّتِى تَنَجَسَتْ بِهاَ قَبْلَ التَّخَلُلِ
(وَ) ثاَنِيْهاَ (جِلْدُ المَيْتَةِ إِذاَ دُبِغَ) أَىْ
انْدَبَغَ وَلَوْبِوُقُوْعِهِ بِنَفْسِهِ أَوْ بِإِلْقاَئِهِ عَلَى الدَّابِغِ
عَلَيْهِ بِنَحْوِ رِيْحٍ
وَمْقْصُوْدُ الدِّبَغِ نَزْعُ فُضُوْلِهِ وَهِىَ
رُطُوْبَتُهُ الَّتِى يُفْسِدُهُ بَقاَؤُهاَ وَيُطِيْبُهُ نَزْعُهاَ
بِحَيْثُ لَوْ نَقَعَ فىِ الماَءِ لَمْ يُعَدْ إِلَيْهِ
النَّتْنُ وَالفَساَدُ وَذَلِكَ إِنَّماَ يَحْصُلُ بِحَريْفٍ أَىْ ماَ يَلْذَعُ
اللِّساَنُ بِحِراَفَتِهِ عِنْدَ ذَوْقِهِ وَلَوْكاَنَ نَجْساً كَذُرْقِ طَيْرٍ
أَوْعاَرِياً عَنِ الماَءِ
ِلأَنَّ الدَّبْغَ
إِحاَلَةٌ لاَ إِزاَلَةٌ فَيَطْهُرُ ذَلِكَ الجِلْدُ المَدْبُوْغُ ظاَهِراً
وَهُوَ ماَ ظَهَرَ مِنْ وَجْهَيْهِ وَباَطِناً وَهُوَ ماَ لَوْ شُقَّ لَظَهَرَ
وَيَبْقَى بَعْدَ انْدِباَغِهِ مُتَنَجِساً
فَيَجِبُ غَسْلُهُ بِالماَءِ لِتَنَجُسِهِ بِالدَّابِغِ
النَّجْسَ أَوْ المُتَنَجِسُ فَلاَ يُصَلِّى عَلَيْهِ وَلاَ فِيْهِ قَبْلَ
غَسْلِهِ
وَيَجُوْزُ بَيْعُهُ قَبْلَهُ ماَ لَمْ يَمْنَعُ مِنْ
ذَلِكَ ماَنِعٌ بِأَنْ كاَنَ فِيْهِ نَجْسٌ يَسُدُّ الفَرْجَ كَشَعْرٍ لَمْ
يُلاَقِ الدَّابِغَ وَلاَ يَحِلُّ أَكْلُهُ سَواَءٌ مِنْ مَأْكُوْلِ اللَّحْمِ
أَمْ مِنْ غَيْرِهِ
أَمَّا جِلْدُ
المُذَكِّى بَعْدَ دَبْغِهِ فَيَجُوْزُ أَكْلُهُ ماَلَمْ يَضُرْ
(قَوْلُهُ جِلْدُ المَيِّتَةِ) خَرَجَ بِهِ الشَّعْرُ
وَالصُّوْفُ وَالوَبَرُ وَاللَّحْمُ لِعَدَمِ تَأَثُرِهاَ بِالإِنْدِباَغِ
وَأَمَّا الجِلْدُ فَيُتَأَثَرُ بِالدِّبَغِ إِذْ
يَنْتَقِلُ مِنْ طَبْعِ اللُّحُوْمِ إِلىَ طَبْعِ الثِّياَبِ وَالمَيْتَةُ
ماَزاَلَتْ حَياَتُهاَ بِغَيْرِ ذُكاَةٍ شَرْعِيَّةٍ
فَيَدْخُلُ فىِ المَيِّتَةِ ماَلاَ يُؤْكَلُ إِذاَ ذُبِحَ
وَكَذاَ ماَيُؤْكَلُ إِذاَ اخْتَلَ فِيْهِ شَرْطٌ مِنْ شُرُوْطِ التَّذْكِيَّةِ
كَذَبِيْحَةِ المَجُوْسِى وَالمُحَرَّمِ لِلْحَجِّ أَوْ العُمْرَةِ لِلصَّيْدِ
الوَحْشِىِّ
ِلأَنَّ مَذْبُوْحَ المُحَرَّمِ مَيْتَةٌ وَلَوْ لِلإِضْطِراَرِ
أَوْ الصِّياَلِ هَكَذاَ قاَلَ الرَّحْماَنِى وَقَرَرَ الحِفْنِى أَنَّهُ
يَكُوْنُ مَيْتَةٌ فىِ صُوْرَةِ الإِضْطِراَرِ فَقَطْ دُوْنَ الصِّياَلِ
وَكَماَذُبِحَ بِالعَظْمِ وَنَحْوِهِ
وَيَدْخُلُ فِيْهاَ أَيْضاً المَوْتُ حُكْماً كَجِلْدِ
الحَيَواَنِ الَّذِى سُلِخَ مِنْهُ حاَلَ حَياَتِهِ فَإِنَّهُ يَطْهُرُ
بِالدِّبَغِ
وَيَخْرُجُ بِماَذُكِرَ ماَكاَنَ طاَهِراً بَعْدَ
المَوْتِ كَجِلْدِ الآدَمِىِّ وَماَكاَنَ نَجْساً فىِ حاَلِ الحَياَةِ كَجِلْدِ
الكَلْبِ وَالخِنْزِيْرِ فَلاَ يُفِيْدُهُ الدَّبْغُ شَيْئاً
[ تَنْبِيْهٌ ] الحَيَواَنُ
إِنْ كاَنَ مَأْكُوْلاً لاَيَجُوْزُ ذَبْحُهُ إِلاَّ لِلْلأَكْلِ فَقَطْ
فَيَحْرُمُ ِلأَخْذِ جِلْدِهِ أَوْ لَحْمِهِ لِلصَّيْدِ بِهِ وَغَيْرُ
المَأْكُوْلِ لاَيَجُوْزُ ذَبْحُهُ مُطْلَقاً وَلاَ ِلأَجْلِ جِلْدِهِ إِلاَّ
إِذاَ نَصَّ عَلَى جَواَزِ قَتْلِهِ أَوْنَدْبِهِ
(وَ) ثاَلِثُهاَ (ماَ صاَرَ حَيَواَناً) كَدُوْدٍ
تَوَلَدَ مِنْ عَيْنِ النَّجاَسَةِ وَلَوْمُغَلَظَةً ِلأَنَّهُ لاَ يَخْلُقُ
مِنْ نَفْسِ المُغَلَظَةِ بَلْ يَتَوَلَدَ فِيْهاَ كَدُوْدِ الخَلِّ فَإِنَّهُ
لاَيَخْلُقُ مِنْ نَفْسِ الخَلِّ بَلْ يَتَوَلَدَ فِيْهِ
( فَرْعٌ ) قاَلَ الشَّرْقاَوِى وَمِنَ الإِسْتِحاَلاَتِ
انْقِلاَبُ الدَّمِ لَبَناً أَوْ مَنِياً أَوْ عَلَقَةً أَوْمُضْغَةً
وَانْقِلاَبُ البَيْضَةِ فَرْخاً وَدَمُ الظَّبْيَةِ مِسْكاً وَطَهْرُ الماَءِ
القَلِيْلِ بِالمُكاَثِرَةِ فَإِنَّهُ اسْتِحاَلَةٌ عَلَى الأَصَحِّ
ثُمَّ اعْلَمْ أَنَّ الأَعْياَنَ إِمَّاحَيَواَنٌ قاَلَ
أَحْمَدُ فىِ المِصْباَحِ : وَهُوَ كُلُّ ذِى رُوْحٍ ناَطِقاً كاَنَ أَوْ غَيْرُ
ناَطِقٍ مَأْخُوْذٌ مِنَ الحَياَةِ يَسْتَوِى فِيْهِ الواَحِدُ وَالجَمْعُ
ِلأَنَّهُ مَصْدَرٌ فىِ الأَصْلِ
وَإِمَّا جَماَدٌ وَهُوَ ماَلَيْسَ حَيَواَناً وَلاَ
أَصْلَ حَيَواَنٍ وَلاَ جُزْءَ حَيَواَنٍ وَلاَ مُنْفَصِلاً عَنْ حَيَواَنٍ وَإِمَّا فَضَلاَتٌ
فَالحَيَواَنُ كُلُّهُ طاَهِرٌ إِلاَّ نَحْوَ الكَلْبِ ,
وَالجِماَدُ كُلُّهُ طاَهِرٌ ِلأَنَّهُ خُلِقَ لِمَناَفِعِ العِباَدِ وَلَوْ
مِنْ بَعْضِ الوُجُوْهِ كاَلحَجَرِ فَإِنَّهُ وَإِنْ لَمْ يُؤْكَلْ يُنْتَفَعُ
بِهِ فىِ الإِناَءِ مَثَلاً
قاَلَ تَعاَلىَ ؛ هُوَ الَّذِى خَلَقَ لَكُمْ ماَفىِ
الأَرْضِ جَمِيْعاً
وَالفَضَلاَتُ ثَلاَثَةُ أَقْساَمٍ ماَاسْتَحاَلَ فىِ
باَطِنِ الحَيَواَنِ إِلىَ فَساَدٍ فَهُوَ نَجْسٌ كاَلدَّمِ
وَماَلاَيَسْتَحِيْلُ فَطاَهِرٌ كاَلعِرَقِ مِنْ حَيَواَنٍ طاَهِرٍ
وَماَيَسْتَحِيْلُ إِلىَ صَلاَحٍ فَطاَهِرٌ أَيْضاً كاَللَّبَنِ
وَاعْلَمْ أَنَّ
المُنْفَصِلَ مِنَ الحَيَواَنِ كَمَيْتَتِهِ إِلاَّ شَعْرَ مَأْكُوْلٍ
وَصُوْفَهُ وَوَبَرَهُ وَرَيْشُهُ فَطاَهِرٌ وَإِنْ شَكَ فىِ نَجاَسَتِهِ
كاَلمُلْقِى عَلَى الكَيْماَنِ مَثَلاً وَهُوَ مَوْضِعُ القُماَمَةِ
|
FASAL.
Fasal ini menjelaskan Najis berubah suci dan hal mensucikan yang mengubah
najis menjadi suci ( Sesuatu najis yang menjadi suci ) lafadz “Thoharo”
termasuk bab “Qotala” dan “Qoroba” artinya menjadi bersih dan
bebas ( dari najis ada tiga macam ) ;
Pertama, ( Khomr atau Arak ) lafadz “Khomr” tidak
memakai Ta Marbuthah artinya setiap hal yang memabuk kan meskipun dari
perasan buah kurma atau perasan kurma
yang di biarkan hingga menguat jadi khomr, dari perasan tebu, dari
perasan madu atau yang lainnya. Baik khomr yang dihormati yaitu yang di peras
dengan maksud membuat cuka atau tidak maksud apa-apa.
Ataupun
khamr yang di buat oleh orang kafir atau bukan, yaitu yang di peras dengan
maksud membuat minuman keras. Dan pembuat perasan itu adalah seorang muslim,
maka wajib membuang perasan tersebut ketika di maksud membuat minuman keras
sebelum menjadi cuka.
( Apabila
arak itu jadi cuka dengan sendirinya ) yaitu tanpa terkena sesuatu apapun,
maka arak itu suci.
Karena
alasan najisnya adalah memabukkan, sedang alasan memabukkan itu telah hilang.
Dan karena perasan itu biasanya tidak akan menjadi cuka kecuali setelah
menjadi arak dulu. Apa bila tidak berubah suci maka sulit sekali mengambil
cuka dari arak, sedang cuka itu halal menurut sepakat para Ulama.
Juga
wadah perasan menjadi suci bersamaan dengan arak menjadi cuka, meskipun
perasan itu bergolak dengan sendirinya, sehingga naik dan menajiskan wadah
bagian atas tanpa bergolak dari wadahnya.
Adapun
apabila perasan menjadi cuka sebab terkena sesuatu, meskipun tidak
berpengaruh menjadi cuka, seperti kerikil, maka perasan itu tidak menjadi
suci meskipun telah jadi cuka, sebab sesuatu yang terjatuh pada arak (perasan
yang najis) menjadi najis dan menajiskan perasan tersebut meski telah jadi
cuka.
Kedua, ( Kulit bangkai bila telah di samak ) yaitu di
cuci bersih meskipun kulit itu tercuci dengan sendirinya atau sebab terjatuh
oleh angin tepat pada alat pencuci.
Yang di
maksud mencuci di samak adalah menghilangkan kotor yang menempel di kulit
yaitu lendir yang dapat merusak kulit itu sendiri dan menghilangkan lendir
dapat membuat kulit itu bersih.
Sekiranya
apabila kulit itu di celupkan ke dalam air maka bau yang merusaknya dan tidak
menempel lagi di kulit. Mencuci di samak dapat berhasil dengan memakai
sesuatu yang bila di rasakan lidah akan terasa kesat meskipun dia najis,
seperti tahi burung atau hampa tidak adanya air.
Karena
mencuci di samak adalah merubah dan bukan menghilang kan, maka dlohir kulit
yang di samak menjadi suci yaitu bagian kulit yang terlihat dari dua sisi,
dan juga batinnya yaitu bagian kulit dalam yaitu apa bila di belah maka akan
nampak dan kulit tersebut setelah di samak tersisa sesuatu yang terkena
najis.
Maka
wajib mencuci yang terkena najis itu dengan air karena di samak dengan najis,
atau di smak dengan sesuatu yang terkena najis. Maka tidak boleh shalat di
atas kulit yang masih terkena najis atau kulit yang masih najis sebelum
mencucinya.
Boleh
menjual kulit tersebut sebelum di samak, selama tidak ada hal yang
menghalangi sahnya jual-beli, di antaranya masih ada najis yang melekat di
pori-pori seperti bulu-bulu yang tidak di samak. Tidak halal memakan kulit
ini baik dari hewan yang di makan daging nya atau kulit dari hewan yang tidak
di makan dagingnya.
Adapun
kulit dari hewan yang di sembelih yang di makan dagingnya, setelah kulitnya
di samak boleh memakannya selagi tidak membahayakan.
( Lafadz
“Kulit bangkai” ) ini mengecualikan rambut, bulu, bulu halus, daging dan
lemaknya. Karena semua ini tidak berpengaruh menjadi suci sebab di samak.
Adapun
kulit akan berpengaruh ( berubah ) sebab di samak, karena dia berubah dari
watak daging menjadi watak pakaian. Bangkai hewan tidak terlepas dari sifat
hidup tanpa menyembelih nya secara agama.
Oleh
karenanya masuk pada hukum bangkai adalah hewan yang tidak di makan dagingnya
apabila ia di sembelih. Demikian pula sama halnya hewan yang di makan
dagingnya apabila tidak memenuhi syarat menyembelih, seperti sembelihan orang
majusiy (penyembah api) sembelihan orang yang sedang ihram haji atau Ihram
umrah dalam memburu hewan liar.
Karena
hewan sembelihan orang Ihram itu bangkai meskipun dalam keadaan darurat atau
karena Shial (tidak sengaja) Demikian pendapat Syekh Ar-Rahmaniy, dan
Syekh Al-Hifniy menetapkan bahwa hewan tersebut menjadi bangkai dalam keadaan
darurat saja dan tidak menjadi bangkai bila karena Shial (tidak
sengaja) dan termasuk bangkai hewan yang di sembelih dengan tulang atau
seumpamanya.
Termasuk
bangkai adalah hewan mati secara hukum, yaitu seperti kulit hewan yang di
iris ketika masih hidup, maka kulit itu menjadi suci sebab di samak.
Dikecualikan
dari kulit yang telah dituturkan ;
-
Kulit suci setelah kematian seperti kulit manusia
-
Kulit najis saat hidupnya, seperti kulit anjing-babi
Maka
mencuci dengan di samak pada kulit tersebut sedikitpun tidak ada gunanya.
(
PERINGATAN Syarat menyembelih). Hewan yang di makan dagingnya tidak boleh di
sembelih kecuali hanya untuk di makan. Maka haram menyembelih hewan dengan
tujuan mengambil kulit nya atau dengan tujuan mengambil dagingnya untuk
dijadikan umpan berburu. Hewan yang tidak di makan dagingnya tidak boleh di
sembelih secara mutlak, juga tidak boleh di sembelih karena tujuan mengambil
kulitnya, kecuali bila ada ketentuan yang memboleh-kan membunuhnya atau
sunnah membunuhnya.
Ketiga, ( Najis yang menjadi hewan ) seperti ulat yang
terlahir dari zat najis meski dari najis mugoladloh. Karena ulat itu tidak
tercipta dari najis mugoladloh akan tetapi dia hanya terlahir di dalam najis,
seperti ulat cuka, sesungguhnya ulat cuka tidak tercipta dari zat cuka akan
tetapi dia terlahir di dalam cuka.
( SUB
BAHASAN ) Syekh Asy-Syarqowiy berkata ;
Diantara
najis yang berubah suci adalah ;
-
Darah yang berubah menjadi susu, menjadi air mani (sperma), menjadi
gumpalan darah atau menjadi gumpalan daging,
-
Telur yang berubah menjadi anak burung,
-
Darah hewan rusa/kijang yang berubah menjadi minyak misik,
-
Suci-nya air sedikit sebab di tambah menjadi banyak,
Sungguh
semua itu berubah dari najis jadi suci.
Kemudian
ketahuilah !! bahwa A’yaan (sebuah benda) adakalanya Hayawan (hewan).
Syekh Ahmad dalam kitab Al-Misbah mengatakan : Hewan adalah setiap yang
memiliki ruh baik bersuara atau tidak. Lafadz “Hayawan” di kutif dari
lafadz “Hayat” antara satu dan banyak sama di sebut “Hayawan”, karena
lafadz “Hayawan” adalah masdar (kata dasar) dalam asalnya.
Adakalanya
Jamad (benda mati) yaitu sesuatu yang bukan Hayawan , bukan
asal Hayawan, bukan bagian dari Hayawan dan juga bukan hal yang
terpisah dari Hayawan. Adakalanya lebih dari hewan dan benda.
Semua
hewan adalah suci kecuali anjing dan yang lainnya. Semua benda adalah suci
karena di ciptakan untuk di manfaatkan
oleh manusia meskipun dari satu sisi, contohnya batu, sesungguhnya batu
meskipun tidak di makan dia boleh di manfaatkan seperti di jadikan wadah.
Allah Swt
berfirman ; “Dialah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk
kamu” (QS.
Al-Baqoroh 29)
Selebihnya
dari hewan dan benda terbagi tiga bagian ;
Sesuatu
yang berubah menjadi rusak yang terdapat di dalam perut hewan, dan ini najis,
seperti darah.
Sesuatu
yang tidak berubah menjadi rusak, dan ini suci, seperti keringat dari hewan
suci.
Sesuatu
yang berubah menjadi baik, dan ini juga suci, seperti susu.
Ketahuilah
!! bahwa bagian badan yang terpenggal dari hewan adalah sama seperti bangkai
hewan itu sendiri kecuali rambut, bulu dan bulu halus dari hewan yang di
makan dagingnya. Dan sehelai bulunya termasuk suci, meskipun di ragukan
najisnya, seperti bulu yang terjatuh pada tempat sampah yaitu tempat menyapu
sampah.
|
Allah
Mengetahui Segalanya
Pustaka
:
Fiqih Imam Syafe’i, Kitab Kasyifatus-Saja Syarah
Safinatun-Naja - Syekh
Nawawi
Al-Bantaniy
Diterjemahkan
oleh Ahmad Daerobiy
No comments:
Post a Comment
SAMPAIKAN KOMENTAR ATAU KONSULTASI ANDA DI SINI..OK