إِنَّ الصَّلاةَ كَانَتْ عَلَى المُؤْمِنِيْنَ كِتَابًا مَوْقُوتًا
Sesungguhnya shalat itu adalah fardhu yang ditentukan
waktunya atas orang-orang yang beriman. (QS. An-Nisa 103)
وَاعْلَمْ أَنَّ الصَّلاَةَ تَجِبُ بِأَوَّلِ الوَقْتِ وُجُوْباً
مُوَسَعاً فَلَهُ التَّأْخِيْرُ عَنْ أَوَّلِهِ إِلىَ وَقْتٍ يَسَعُهاَ بِشَرْطِ أَنْ
يَعْزَمَ عَلَى فَعْلِهاَ فِيْهِ , وَلَوْ أَدْرَكَ فيِ الوَقْتِ رَكْعَةً لاَ دُوْنَهاَ
فاَلكُلُّ أَدَاءً وَإِلاَّ فَقَضَاءً
Ketahuilah,
bahwa shalat wajib di awal waktu, wajib yang leluasa, artinya boleh menunda
shalat dari awal waktu sampai akhir waktu, yang memang cukup waktu untuk
melaksanakannya, ini dengan syarat berniat ‘azam (direncanakan) akan shalat di
waktu tersebut. Jika dalam waktu hanya melakukan satu raka’at, tidak dibawah satu
raka’at, maka semua raka’at termasuk melakukan tunai, sedang jika tidak
termasuk qodlo.
وَيَأْثِمُ بِإِخْرَاجِ بَعْضِهاَ عَنِ الوَقْتِ وَإِنْ أَدْرَكَ
رَكْعَةً نَعَمْ لَوْ شَرَعَ فيِ غَيْرِ الجُمْعَةِ وَقَدْ بَقِيَ ماَ يَسَعُهاَ جاَزَ
لَهُ بِلاَ كَرَاهَةٍ أَنْ يَطَوِّْلُهاَ بِالقِرَاءَةِ أَوْ الذِّكْرِ حَتَّى يَخْرُجَ
الوَقْتُ وَإِنْ لَمْ يُوَقِعُ مِنْهاَ رَكْعَةً فِيْهِ عَلَى المُعْتَمَدِ فَإِنْ
لَمْ يَبْقَ مِنَ الوَقْتِ ماَ يَسَعُهاَ أَوْ كاَنَتْ جُمْعَةً لَمْ يَجُزْ المَدُّ
وَلاَ يُسَنُّ الاِقْتِصاَرُ عَلَى أَرْكاَنِ الصَّلاَةِ ِلإِدْرَاكِ كَلِّهاَ فيِ
الوَقْتِ
Seseorang
berdosa, jika menunda shalat sampai melakukan shalat melewati batas waktu,
meskipun dalam waktu dapat melakukan
satu raka’at. Betul demikian, jika mau melakukan shalat selain jum’at lalu
masih tersisa waktu melakukan shalat, baginya boleh tanpa makruh, memperpanjang
bacaan dan dzikir shalat, sampai melewati batas waktu shalat, meskipun tidak
satu raka’at-pun masuk dalam waktu, ini menurut pendapat kuat. Sebaliknya jika
tidak tersisa cukup waktu atau shalatnya shalat jum’at maka tidak boleh memperpanjang
bacaan dan dzikir. Dan juga tidak disunnahkan mempersingkat rukun-rukun shalat
karena untuk mengejar semua raka’at shalat dalam waktu.
(فَرْعٌ) يُنْدَبُ
تَعْجِيْلُ صَلاَةِ وَلَوْ عِشَاءً ِلأَوَّلِ وَقْتِهاَ لِخَبَرٍ "أَفْضَلُ الأَعْماَلِ
الصَّلاَةِ ِلأَوَّلِ وَقْتِهاَ" وَتَأْخِيْرُهاَ عَنْ أَوَّلِهِ لِتَيَقُنِ جَماَعَةٍ
أَثْناَءَهُ وَإِنْ فَحِشَ التَّأْخِيْرُ مَا لَمْ يَضِقُ الوَقْتُ وَلِظَنِّهاَ إِذَا
لَمْ يَفْحُشْ عُرْفاً لاَ لِشَكٍّ فِيْهاَ مُطْلَقاً
(Sub Bahasan)
disunnahkan segera melakukan shalat meskipun isya agar diawal waktu,
berdasarkan hadits “Perbuatan shalat yang paling utama ialah melakukan shalat
diawal waktu”. (HR. Thabraniy). Juga disunnahkan menunda shalat jika yakin akan
berjama’ah, meski kurang baik menunda shalat, ini jika tidak sempit waktu, dan
berdasar dugaan akan berjama’ah jika baik menurut kebiasaan, bukan karena ragu
akan berjama’ah, mutlak.
وَالجَماَعَةُ القَلِيْلَةُ أَوَّلَ الوَقْتِ أَفْضَلٌ مِنَ الكَثِيْرَةِ
آَخِرَهُ , وَيُؤَخِّرُ المُحْرِمُ صَلاَةَ العِشاَءِ وُجُوْباً ِلأَجْلِ خَوْفِ فَوَاتِ
حَجٍّ بِفَوْتِ الوُقُوْفِ بِعَرَفَةَ لَوْ صَلاَّهاَ مُتَمَكِّناً
ِلأَنَّ قَضَاءَهُ صَعْبٌ وَالصَّلاَةُ تُؤْخَرُ ِلأَنَّهاَ أَسْهَلُ مِنْ مَشَقَتِهِ
وَلاَ يُصَلِّيْهاَ صَلاَةَ شِدَةَ الخَوْفِ , وَيُؤَخِّرُ أَيْضاً وُجُوْباً مَنْ
رَأَى نَحْوَ غَرِيْقٍ أَوْ أَسِيْرٍ لَوْ أَنْقَذَهُ خَرَجَ الوَقْتُ
Berjama’ah
sedikit di awal waktu lebih utama dari pada berjama’ah banyak di akhir waktu.
Seorang ihram (haji) wajib menunda shalat isya karena khawatir tertinggal haji
sebab tertingal wukuf di ‘Arafah, ini jika ia shalat Isya di tempatnya, karena
qodlo wukuf lebih sulit maka shalat wajib ditunda karena ia mudah dari pada
kesulitan mengejar wukuf. Disini jangan melakukan shalat dengan cara shalat
Syiddatul-Khauf (karena sangat ketakutan). Dan wajib menunda shalat bagi orang
yang melihat dan akan menolong orang tenggelam atau ditawan penjahat, meskipun
menyelamatkannya sampai keluar waktu shalat. (Shalat dapat diqodlo)
(فَرْعٌ) يُكْرَهُ
النَّوْمُ بَعْدَ دُخُوْلِ وَقْتِ الصَّلاَةِ وَقَبْلَ فَعْلِهاَ حَيْثُ ظَنَّ الاِسْتِيْقَاظَ
قَبْلَ ضَيْقِهِ لِعاَدَةٍ أَوْ ِلإِيْقاَظِ غَيْرِهِ لَهُ وَإِلاَّ حَرُمَ النَّوْمُ
الَّذِيْ لَمْ يَغْلِبُ فيِ الوَقْتِ
(Sub Bahasan)
Makruh tidur setelah masuk waktu shalat dan belum melakukan shalat, ini jika
diduga akan terbangun sebelum sempit waktu melakukan shalat atau ada orang yang
membangunkannya. Jika tidak seperti itu, maka haram tidur di saat masuk waktu
shalat dan belum melakukan shalat, yang tidak dapat menguasai waktu.
(فَرْعٌ) يُكْرَهُ
تَحْرِيْماً صَلاَةُ لاَ سَبَبَ لَهاَ كاَلنَّفْلِ المُطْلَقِ وَمِنْهُ صَلاَةُ التَّساَبِيْحِ
أَوْ لَهاَ سَبَبٌ مُتَأَخِّرٌ كَرَكْعَتَيْ اِسْتِخاَرَةٍ وَإِحْرَامٍ بَعْدَ أَدَاءِ
صُبْحٍ حَتَّى تَرْتَفِعَ الشَّمْسُ كَرُمْحٍ وَعَصْرٍ حَتَّى تَغْرُبَ وَعِنْدَ اسْتِواَءٍ
غَيْرِ يَوْمِ الجُمْعَةِ , لاَ ماَ لَهُ سَبَبٌ مُتَقَدِّمٌ كَرَكْعَتَيْ وُضُوْءٍ وَطَوَافٍ وَتَحِيَّةٍ وَكُسُوْفٍ وَصَلاَةِ جِناَزَةٍ وَلَوْ
عَلَى غَاِئبٍ وَإِعاَدَةٍ مَعَ جَماَعَةٍ وَلَوْ إِماَماً وَكَفاَئِتَةِ فَرْضٍ أَوْ
نَفْلٍ لَمْ يَقْصِدْ تَأْخِيْرُهاَ لِلْوَقْتِ المَكْرُوْهِ لِيُقْضِيْهاَ فِيْهِ
أَوْ يُدَاوِمَ عَلَيْهِ
(Sub Bahasan)
Makruh Tahrim (sama dengan haram) melakukan shalat yang tidak memiliki sebab,
seperti shalat sunnah mutlaq termasuk shalat tasbih, atau shalat yang sebabnya
diakhir seperti shalat istihkoroh dan shalat ihram, setelah shalat subuh sampai
matahari terangkat satu tumbak, setelah shalat asar sampai matahri terbenam,
pada saat matahari tepat diatas kepala kecuali hari jum’at. Tidak haram jika di
waktu-waktu tersebut melakukan shalat yang sebabnya didepan, seperti shalat
sunnah wudlu, shalat sunnah thowaf, shalat sunnah tahiyyatul masjid, shalat
sunnah gerhana, shalat jenazah, meskipun jenazah gaib, mengulang karena
berjama’ah meskipun imam, sama seperti qodlo shalat fardu, qodlo shalat sunnah,
yang tidak bermaskud menundanya karena untuk melakukannya di waktu makruh atau
rutin melakukannya di waktu makruh.
فَلَوْ تَحَرَّى إِيْقاَعَ صَلاَةٍ غَيْرِ صاَحِبَةِ الوَقْتِ فيِ
الوَقْتِ المَكْرُوْهِ مِنْ حَيْثُ كَوْنِهِ مَكْرُوْهاً فَتَحْرُمُ مُطْلَقاً وَلاَ
تَنْعَقِدُ وَلَوْ فاَئِتَةً يَجِبُ قَضاَؤُهاَ فَوْرًا ِلأَنَّهُ مُعاَنِدٌ لِلشَّرْعِ
Jika shalat
yang bukan pemilik waktu, sengaja dan khusus ditujukan untuk dilakukan di waktu
makruh, yaitu memang ternyata waktu makruh (abis subuh, asar atau matahari
diatas kepala), maka ia haram secara mutlak, dan shalatnya tidak sah, meskipun
shalat qodlo yang wajib melakukannya di saat itu juga, karena ia melanggar
aturan agama.
Allah
mengetahui segalanya
Pustaka : Kitab Fathul-Mu’in
Syekh Zaenuddin Al-Malabariy
السلام عليكم ياشيخ نيف حالك ؟
ReplyDeletematur nuwun tina artikelna ...sae pisan katingalna..muga sing manfa'at ...
hapunten kangge koreksi abdi ningal dina biografi akang nami alm KH.TB 'abbas sanes Tb.Abbas Sirojuddin namung KH.Tb.'abbas Syihaabuddin bin KH.'arsyuddiin sareng alm KH.M.Shodriy saparantos mulang ti makkah anjenna gentos nami janten KH.M.Naashiruddin bin H.Jamat Sura,atmadja...sarengna deui nami lengkap kang ashon nyaeta Kyai M.ShonHaaji bin H.Taufiq ... hapunten parantos ngawagel...muga akang slalu exist dina amar ma'ruf nahyi munkar na....
o enya kang abdi ngiring ngopas artikelna nya...kangge nambihan pustaka diskdrive...ameh teu pati balueung teuing...hehe
Hatur Nuhun.... we
ReplyDelete