حُرِّمَتْ
عَلَيْكُمُ المَيْتَةُ وَالدَّمُ وَلَحْمُ الخِنْزِيرِ وَمَا أُهِلَّ لِغَيْرِ اللهِ
بِهِ وَالمُنْخَنِقَةُ وَالمَوْقُوذَةُ وَالمُتَرَدِّيَةُ وَالنَّطِيحَةُ وَمَا أَكَلَ
السَّبُعُ إِلاَّ مَا ذَكَّيْتُمْ
Diharamkan bagimu (memakan)
bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain
Allah, yang tercekik, yang terpukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan diterkam
binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya. (QS. Al-maidah 03)
(وَكَكَلْبٍ وَخِنْزِيْرٍ) وَفَرْعِ كُلٍّ مِنْهُمَا مَعَ الآَخَرِ
أَوْ مَعَ غَيْرِهِ، وَدُوْدُ مَيْتَتِهِمَا طَاهِرٌ، وَكَذَا نَسْجُ عَنْكَبُوْتِ
عَلَى المَشْهُوْرِ :كَماَ قاَلَهُ السُّبْكِي وَالاَذْرَعِي، وَجَزَمَ صَاحِبُ العِدَّةِ
وَالحَاوِيْ بِنَجَاسَتِهِ , وَمَا يَخْرُجُ مِنْ جِلْدِ نَحْوِ حَيَةٍ فيِ حَيَاتِهَا
كَالعِرْقِ عَلَى مَا أَفْتَى بِهِ بَعْضُهُمْ , لَكِنْ قاَلَ شَيْخُنَا فِيْهِ نَظْرٌ،
بَلْ الاَقْرَبُ أَنَّهُ نَجْسٌ ِلاَنَّهُ جُزْءٌ مُتَجَسِدٌ مُنْفَصِلٌ مِنْ حَيٍّ
، فَهُوَ كَمَيْتَتِهِ
Diantara yang termasuk najis dan tentunya
haram dikonsumsi ialah anjing dan babi, termasuk anak dari salah satu keduanya
yang kawin dengan yang lainnya atau bersama selain keduanya. Namun ulat bangkai
dari anjing dan babi adalah suci (namun tidak boleh di konsumsi). Demikian juga sama halnya menyandang suci ialah sarang
laba-laba, ini menurut pendapat masyhur Ulama, sebagaiman diungkapkan oleh
Syekh As-Subki dan Syekh Al-Adra’i. Namun penyusun kitab Al-Iddah dan Al-hawi
menyatakan najis (sarang laba-aba). Dan (termasuk suci) apa yang keluar dari
kulit seumpama ular di saat hidupnya seperti keringat sebagaimana fatwa
sebagian Ulama. Akan tetapi guru kami (ibnu Hajar Al-Haetami) menyatakan perlu
pembahasan rinci. Dan pendapat yang paling dekat layak ialah najis, karena ia
merupakan bagian terpisah dari hidupnya,dan hal itu ialah sama dengan
bangkainya.
وَقاَلَ
أَيْضًا لَوْ نَزَا كَلْبٌ أَوْ خِنْزِيْرٌ عَلَى آَدَمِيَّةٍ فَوَلَدْتْ آَدَمِيًا
كَانَ الوَلَدُ نَجْسًا، وَمَعَ ذَلِكَ هُوَ مُكَلَّفٌ بِالصَّلاَةِ وَغَيْرِهَا ,
وَظَاهِرُ أَنَّهُ يُعْفَى عَمَّا يَضْطُرَّ إِلىَ مُلاَمَسَتِهِ، وَأَنَّهُ تَجُوْزُ
إِمَامَتُهُ إِذْ لاَ إِعَادَةَ عَلَيْهِ ، وَدُخُوْلُهُ المَسْجِدَ حَيْثُ لاَ رُطُوْبَةَ
لِلْجَمَاعَةِ وَنَحْوِهَا
Guru kami (Syekh Ibnu Hajar Al-Haetami)
menambahkan, apabila terjadi persetubuhan antara anjing atau babi dengan
manusia kemudian terlahir seorang anak wujud manusia, maka anak tersebut
hukumnya najis. Bersamaan dengan itu sang anak tersentuh perintah agama, seperti
wajib melakukan shalat dan hal lainnya. Dalam hal ini jelas, bahwasanya adalah
dimaafkan dari setiap hal yang bersifat darurat ketika menyentuhnya. Dan si
anak tersebut boleh menjdai imam shalat, karena baginya tidak wajib mengulang
shalatnya. Begitu pula dimaafkan apabila ia masuk ke mesjid sekiranya tidak
dalam kondisi basah, untuk berjama’ah atau hal lainnya.
(مَسْأَلَةٌ) : المَنِيْ طاَهِرٌ مِنَ الآَدَمِيِّ إِتِّفَاقاً ، وَكَذَا
غَيْرُهُ مِنْ بَقِيَّةِ الحَيَوَانَاتِ غَيْرِ الكَلْبِ وَالخِنْزِيْرِ عَلَى المُعْتَمَدِ
، لَكِنْ إِنْ لَمْ يَكُنْ صَاحِبُهُ مُسْتَنْجِياً بِمَاءٍ فَهُوَ مُتَنَجِسٌ ، وَمِنْ
ثَمَّ حَرُمَ الجِمَاعُ عَلَى مُسْتَجْمِرِ بِالحَجَرِ مِنْهُمَا ، وَإِنْ فَقِدَ المَاءُ
وَاحْتَاجَ إِلىَ الوِقاَعِ كَمَا فيِ النِّهَايَةِ وَالمُغْنِي ، وَقَيَّدَهُ فيِ
التُّحْفَةِ بِوُجُوْدِ المَاءِ ، وَهَذَا كَمَا لَوْ تَنَجَسَ ذَكَرُهُ بِمَذِي مَا
لَمْ يُعْلَمْ أَنَّ المَاءَ يَفْتَرُ شَهْوَتَهُ فَيَجُوْزُ حِيْنَئِذٍ ، وَاغْتُفِرَ
فيِ القَلاَئِدِ المَذِي مُطْلَقاً لِلضُّرَوْرَةِ ، وَحَيْثُ حَكَمْنَا بِطَهَارَةِ
المَنِي جَازَتْ الصَّلاَةُ فيِ الثَّوْبِ الَّذِيْ وَقَعَ فِيْهِ وَلَوْ مِنْ جِمَاعٍ
، نَعَمْ يُسَنُّ غَسْلُهُ رُطُباً وَفَرَكَهُ يَابِسًا.
(MASALAH) Sperma ialah suci daripada manusia
ini sepakat para Ulama. Demikian juga sama halnya sperma selain manusia
diantara hewan, selain anjing dan babi, menurut pendapat yang kuat. Namun
apabila orang yang memiliki sperma tersebut tidak melakukan bersuci dari buang hajat
(kencing) dengan air maka spermanya termasuk mutanajis (tersentuh najis). Oleh karena
itu diharamkan bersenggama terhadap orang yang bersuci dari buang hajat hanya dengan
batu saja, daripada salah satu pasangan senggama. Sekalipun tidak menemukan air
dan ia sangat membutuhkan bersenggama, sebagaimana hal ini dijelaskan dalam
kitab An-Nihayah dan Al-Mughni, namun diperkuat dalam kitab At-Tuhfah dengan
wujud air. Hal ini sama seperti apabila kelamin lelaki yang terkena najis
dengan madzi (cairan keluar saat nafsu sex tinggi) selama tidak diketahui bahwa
air memisahkan syahwatnya, mak di sini dibolehkan. Dan dalam kitab al-Qolaid
tertuang ialah bahwa madzi dimaafkan secara mutlaq karena darurat. Sekiranya kami
menyatakan hukum suci pada sperma maka diperbolehkan shalat dengan pakaian yang
terkena cipratan sperma, sekalipun dari senggama, dan itu memang betul demikian,
namun disunnahkan mencuci sperma di saat masih basah, dan disunnahkan mengeriknya
apabila sperma sudah mengering.
..Allah Mengetahui
segalanya..
Pustaka : Fiqim Imam Syafe’I ; I’anatuth-Thalaibin Syekh Syatho,
Bugiyatul Murtasyidin Syekh Abdurahman Balawiy
No comments:
Post a Comment
SAMPAIKAN KOMENTAR ATAU KONSULTASI ANDA DI SINI..OK