بِسْمِ
اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
وَلاَ تَحْسَبَنَّ الَّذِيْنَ قُتِلُوا فيِ
سَبِيْلِ اللهِ أَمْوَاتًا بَلْ أَحْيَاءٌ عِنْدَ رَبِّهِمْ يُرْزَقُونَ
Janganlah kamu mengira bahwa
orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati,
Bahkan mereka itu hidup[248]
disisi Tuhannya dengan mendapat rezki. (QS. Ali Imran
169)
[248]
Yaitu hidup dalam alam lain yang bukan alam kita ini, dimana mereka mendapat
kenikmatan-kenikmatan dari Allah,
Hanya
Allah sajalah yang mengetahui bagaimana Keadaan hidup itu.
وَأَمَّا الشَّهِيْدُ فَهُوَ
ثَلاَثَةُ أَقْسَامٍ ؛ ِلأَنَّهُ إِمّاَ شَهِيْدُ الآَخِرَةِ فَقَطْ , فَهُوَ كَغَيْرِ
الشَّهِيْدِ
Adapun syahid ada tiga bagian,
karena adakalanya syahid akhirat saja, ini adalah seolah bukan dalam keadaan
syahid. (karena mengurus jenazahnya sama dengan orang yang meninggal pada
umumnya).
وَذَلِكَ كاَلمَبْطُوْنِ
وَهُوَ مَنْ قَتَلُهُ بَطْنُهُ بِالاِسْتِسْقاَءِ أَيْ اجْتِمَاعِ ماَءِ أَصْفَرٍ فِيْهِ
أَوْ بِالإِسْهاَلِ , وَالغَرِيْقُ وَإِنْ عَصَي فيِ الغَرْقِ بِنَحْوِ شَرْبِ خَمْرِ
دُوْنَ الغَرِيْقِ بِسَيْرِ سَفِيْنَةٍ فيِ وَقْتِ هَيْجَانِ الرِّيْحِ فَإِنَّهُ لَيْسَ
بِشَهِيْدٍ , وَالمَطْعُوْنٌ وَلَوْ فيِ غَيْرِ زَمَنِ الطَّاعُوْنِ أَوْ بِغَيْرِهِ
فيِ زَمَنِهِ أَوْ بَعْدَهُ حَيْثُ كاَنَ صاَبِرًا مُحْتَسِبًا , وَالمَيِّتُ عَشْقًا
بِشَرْطِ الكَفِّ عَنِ المَحَارِمِ حَتَّى عَنِ النَّظْرِ بِحَيْثُ لَوْ اخْتَلَى بِمَحْبُوْبِهِ
لَمْ يَتَجَاوَزْ الشَّرْعِ وَبِشَرْطِ الكِتْمَانِ حَتَّى عَنْ مَعْشُوْقِهِ , وَالمَيْتَةُ
طَلَقًا وَلَوْ مِنْ زِناَ إِذَالَمْ تَتَسَبَبَ فيِ إِسْقَاطِ الوَلَدِ , وَالمَقْتُوْلُ
ظُلْمًا وَلَوْ بِحَسَبِ الهَيْئَةِ كَمَنْ اسْتَحَقَّ القَتْلَ بِقَطْعِ الرَّأْسِ
فَقَتَلَ بِالتَّوَسُطِ مَثَلاً , وَالغَرِيْبُ وَإِنْ عَصَي بِغَرْبَتِهِ كَآَبِقٍ
وَناَشِزَةٍ , وَالمَيِّتُ فيِ طَلَبِ العِلْمِ وَلَوْ عَلَى فِرَاشِهِ , وَالحَرِيْقُ
, وَالمَيِّتُ بِهَدَمٍ , وَكَذَا مَنْ مَاتَ فَجْأَةً أَوْ فيِ دَارِ الحَرَبِ قاَلَهُ
ابْنُ الرِّفْعَةِ , وَكَذَا المَحْدُوْدُ سَوَاءٌ زِيْدَ عَلَى الحَدِّ المَشْرُوْعِ
أَمْ لاَ وَسَوَاءٌ سَلِمَ نَفْسُهُ ِلاسْتِيْفَاءِ الحَدِّ مِنْهُ تاَئِبًا أَمْ لاَ
قاَلَهُ الشِّبْرَامِلْسِي
Orang yang meninggal syahid akhirat
itu diantaranya (1) MABTHUN; Orang yang meninggal karena sakit perut, baik
disebabkan muntah dari mulut yaitu sejenis penyakit yang ditimbulkan terlalu
banyak cairan kuning dalam perutnya, ataupun disebabkan muntah berak. (2)
GHORIQ; Orang yang meninggal karena tenggelam, meskipun tenggelam karena
melakukan dosa, misalnya karena minum minuman keras. Bukan tenggelam disebabkan
naik perahu pada waktu cuaca buruk, ombak tinggi, ini tidak termasuk syahid. (3)
MATH’UN; Orang yang meninggal karena penyakit tha’un (wabah penyakit berat)
meskipun bukan musimnya, atau bukan penyakit tha’un namun terjadi di musim
wabah penyakit yang merenggutnya, tentunya sekiranya diiringi sabar dan ikhlas karena
Allah dalam menghadapi penyakitnya. (4) ‘ISYQON; Orang yang meninggal karena kedahsyatan
cinta, tentunya dengan syarat mengendalikan diri dari yang diharamkan,
sekalipun melihatnya, bahkan apabila diperkirakan bisa bersama dengan
terkasihnya dia tidak akan pernah melakukan hal terlarang, dan juga dengan
syarat mampu menyembunyikan rasa cinta itu sekalipun dari terkasihnya. (5)
THALQAN; Orang yang meninggal karena sakit melahirkan, meskipun melahirkan dari
zina, tentunya selama melahirkannya tidak ada unsur penguguran kandungan. (6) MAQTHUL
DLULMAN; Orang yang meninggal dibunuh dengan jahat, dalam kondisi apapun.
Seperti ada orang yang berhak di hukum mati dengan memenggal kepalanya, kemudian
dia terbunuh dengan memenggal badannya. (7) GHORIB; Orang yang meninggal di
perantauan, meskipun merantau yang berdosa, seperti sahaya yang minggat dari
majiakannya dan perempuan yang minggat dari suaminya. (8) THOLABUL ILMI; Orang
yang meninggal dalam rangka menuntut ilmu agama Islam, meskipun meninggal di
tempat tidurnya. (9) HARIQ; Orang yang meninggal karena terbakar. (10) HADAM;
Orang yang meninggal tertimpa tembok. (11) FAJ-AH; Orang yang meninggal
mendadak. (11) FI DAAR HARBI; Orang yang meninggal di daerah kafir yang
memerangi Islam, ini sebagaimana penejlasan dari Syekh Ibnu Rif’ah. (12)
MAHDUD; Orang yang meninggal karena terhukum pidana secara Islam, sekalipun
melebihi batas vonis Islam atau tidak, sekalipun dirinya selamat dari kematian
dengan menegakkan hukum Islami itu atau tidak, dan dengan bertaubat ataupun
tidak, demikian sebagaimana pernyataan Syekh Asyibramilsiy.
وَمَعْنَى الشَّهَادَةِ
لَهُمْ أَنَّهُمْ -أَحْياَءٌ عِنْدَ رَبِّهِمْ يُرْزَقُوْنَ- قاَلَهُ الحِصْنِي
Makna meninggal syahid untuk mereka
tersebut di atas adalah bahwa mereka “mereka itu hidup disisi Tuhannya dengan
mendapat rezki” (QS. Ali Imran 169), demikian itu sebagaimana pernyataan Syekh
Al-Hisniy.
وَالأَوْجَهُ فيِ ذَلِكَ
أَنْ يُقاَلَ إِنْ كاَنَ المَوْتُ مَعْصِيَّةً كَأَنْ تَسَبَّبَتْ المَرْأَةُ فيِ إِلْقاَءِ
الحَمْلِ فَماَتَتْ أَوْ رَكِبَ شَخْصٌ البَحْرَ وَسَيْرَ السَّفِيْنَةَ فيِ وَقْتٍ
لاَ تَسِيْرُ فِيْهِ السُّفُنُ فَغَرَقَ لَمْ تَحْصُلُ لَهُ الشَّهَادَةُ لِلْعِصْياَنِ
بِالسَّبَبِ المُسْتَلْزِمِ لِلْعِصْياَنِ بِالمُسَبَّبِ وَإِنْ لَمْ يَكُنْ السَّبَبُ
مَعْصِيَّةً حَصَلَتْ الشَّهَادَةُ وَإِنْ قاَرَنَهاَ مَعْصِيَّةً ِلأَنَّهُ لاَ تَلاَزُمٍ
بَيْنَهُمَا
Pendapat yang paling kuat dalam hal
meninggal syahid adalah “Ketika kematiannya ada unsur maksiat, seperti seorang
wanita dengan sengaja menggugurkan kandungan dan ia meninggal (adalah tidak
syahid). Atau seseorang menaiki perahu dan berlayar, namun itu dilakukan pada
waktu tidak lazimnya untuk berlayar karena cuaca buruk atau gelombang tinggi
misalnya, dan tenggelam maka semua itu tidak termasuk mendapatkan syahid. Oleh
karena perbuatan maksiat sebagai penyebab yang lazim dosa atas perbuatan yang
dilakukannya. Namun apabila kematiannya tidak ada unsur sebab berupa maksiat
maka nilai syahid akan didapatkannya. Dan juga masih termasuk nilai syahid
apabila kematiannya seiring dengan melakukan perbuatan maksiatnya, karena
antara kematian dan perbuatan maksiatnya tidak terhubung secara lazim. Tidak
terhubung secara lazim adalah jika melakukan maksiat itu tidak lazim
menimbulkan kematian.
وَمِنْ ذَلِكَ ماَ لَوْ
صَادَ حَيَّةً وَهُوَ لَيْسَ حاَذِقاً فيِ صَيِّدِهاَ أَوْ صَنَعَ نَحْوَ البَهْلَوَانَ
وَلَمْ يَكُنْ حاَذِقاً فيِ صَنْعَتِهِ فَماَتَ فَلَيْسَ بِشَهِيْدٍ بِخِلاَفِ الحاَذِقِ
فِيْهِمَا فَإِنَّهُ شَهِيْدٌ لِعَدَمِ تَسَبُّبِهِ فيِ هِلاَكِ نَفْسِهِ
Dari pengertian syahid tersebut
adalah apabila seseorang hendak berburu ular, namun dia tidak mahir bagaimana
cara berburu ular, atau dia menggunakan jaring perangkap sedangkan tidak mahir
dalam menggunakannya kemudian dia meninggal tewas karena buasnya ular, maka itu
bukan termasuk syahid. Lain halnya apabila dia mahir dalam kedua hal ini, maka
dia termasuk mendapatkan syahid, alasannya karena dia tidak ada unsur kesengajaan
dalam kematiannya, tidak menantang kematian.
قاَلَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ -إِنَّ أَكْثَرَ شُهُدَاءِ أُمَّتِي ِلأَصْحاَبِ الفِرَشِ وَرُبَّ قَتِيْلِ بَيْنَ الصِّفِيْنَ اللهُ أَعْلَمُ بِنِيَّتِهِ
- أَيْ الَّذِيْنَ يَأْلِفُوْنَ النَّوْمَ عَلَى الفِرَشِ وَلاَ يُهاَجِرُوْنَ الفِرَشَ
وَيَقْصِدُوْنَ لِلْغَزْوِ
Rasulullah SAW bersabda -Sesungguhnya mayoritas meninggal syahid
diantara ummatku adalah orang-orang yang meninggal di tempat tidur, sekian
banyak orang yang gugur di medan perang Sifin namun Allah maha tahu akan niat
mereka- (HR. Ahmad). Orang yang meninggal syahid di ummat Rasulullah SAW
mayoritas mereka yang masih tidur di tempat tidurnya, ia tidak bangkit keluar
dari tempat tidurnya, bahkan belum sempat berniat untuk pergi berperang membela
agama Allah SWT.
وَقاَلَ الحَكِيْمُ هَؤُلاَءِ
قَوْمٌ اِطْمَأَنَتْ نُفُوْسُهُمْ إِلىَ رَبِّهِمْ وَشَغِلُوْا بِهِ عَنِ الدُّنْياَ
وَتَمَنَّوْا لِقاَءَهُ فَإِذَا حَضَرَهُمُ المَوْتُ جَادُوْا بِأَنْفُسِهِمْ طَوْعًا
وَبَذَّلُوْهاَ لَهُ إِيْثَارًا لِمَحَبَّتِهِ عَلَى مَحَبَّتِهَا فَهُمْ وَمَنْ قَتَلَ
فيِ مَعْرِكَةِ المُشْرِكِيْنَ سَوَاءٌ فَيَناَلُوْنَ مَناَزِلَ الشُّهَدَاءِ ِلأَنَّ
الشُّهَدَاءِ بَذَّلُوْا أَنْفُسَهُمْ ساَعَةً مِنْ نَهاَرٍ وَهَؤُلاَءِ بَذَّلُوْهاَ
طُوْلَ العُمْرِ
Sykah Al-Hakim menyebutkan,
orang-orang yang meninggal syahid di tempat tidur ini dialah orang-orang yang
jiwanya tenang di hadapan Tuhannya, mereka sibuk menjauh dari duniawi,
mengharap segera bertemu Allah SWT, apabila mereka dijemput dengan kematian
maka mereka semakin memperbaiki ketaatan ibadahnya, segenap kemampuannya
diserahkan sepenuhnya untuk taat beribadah di akhir hayatnya karena
kecintaannya bertemu Allah SWT. Mereka ini sama derajatnya dengan orang-orang
yang gugur di medan perang melawan kaum musrik, mereka sama sama mendapatkan
nilai syahid. Karena orang-orang yang meninggal syahid di medan perang,
menyerahkan diri sepenuhnya sesaat di waktu siang misalnya dan ketika mereka
meninggal adalah syahid, dan juga orang-orang yang taat beribadah sepanjang
umurnya adalah menyerahkan diri sepenuhnya dalam beribadah, ketika meninggal
adalah juga termasuk syahid.
وَأَمّاَ شَهِيْدُ الدُّنْياَ
فَقَطْ فَهُوَ مَنْ قَتَلَ فيِ قِتاَلِ الكُفّاَرِ بِسَبَبِهِ وَقَدْ غَلَّ فيِ الغَنِيْمَةِ
أَوْ قَتَلَ مُدْبِرًا عَلَى وَجْهِ غَيْرَ مَرْضَي شَرْعًا أَوْ قاَتَلَ رِيَاءً أَوْ
نَحْوَهُ
Adapun meninggal syahid dunia saja,
adalah (1) Orang yang berperang melawan kaum musyrik, namun tujuannya untuk
mendapatkan keuntungan harta dari rampasan perang, sedikitpun bukan karana
Allah SWT. (2) Orang yang tewas terbunuh di medan perang pada saat mau pergi
kabur menghindar, berpaling dari perang, dia meninggal dalam keadaan tidak
direstui ajaran Islam. (3) Orang yang tewas di medan perang itu karena ada
unsur riya, ingin disebut pahlawan. Atau hal-hal lain yang tidak direstui
ajaran Islam.
وَأَمّاَ شَهِيْدُ الدُّنْياَ
وَالآَخِرَةِ مَعًا فَهُوَ مَنْ قَتَلَ كَذَلِكَ لَكِنْ قاَتَلَ لِتَكُوْنَ كَلِمَةُ
اللهِ هِيَ العُلْياَ وَمُرَادُ الفُقَهَاءِ أَحَدُ هَذَيْنِ الأَخِيْرَيْنِ وَحُكْمُهُماَ
أَنَّهُ يَجِبُ الدَّفْنُ
Adapun
syahid dunia-akhirat secara bersamaan, adalah orang yang gugur di medan perang
membela Islam, niatnya murni untuk menegakkan kalimat Allah (ajaran Islam). Dan
menurut Ulama ahli Fiqih bahwa hukum kedua syahid ini, yaitu syahid dunia dan
syahi dunia-akhirat hokum adalah wajib di kuburkan saja, tanpa proses
dimandikan dan dishalatkan.
…Allah Mengetahui Segalanya…
Daftar Pustaka :
- Fiqih
Imam Asy-Syafei, Kitab Nihayatuz-Zein - Syekh Nawawi hal. 161
- Hadits, Kitab Kanzul Amal - Syekh Ilauddin
bin Hisamuddin Juz 4 hal. 417