بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
لاَ حَسَدَ إِلاَّ فيِ اثْنَتَيْنِ رَجُلٌ آتَاهُ اللهُ القُرْآنَ فَهُوَ
يَتْلُوهُ آَنَاءَ اللَّيْلِ وَآَنَاءَ النَّهَارِ لَوْ أُتِيْتُ مِثْلَ مَا أُوْتِيَ
هَذَا لَفَعَلْتُ كَمَا يفْعَلَ وَرَجُلٌ آَتَاهُ اللهُ مَالاً يُنْفِقُهُ فيِ حَقِّهِ
فَهُوَ يَقُولُ لَوْ أُوتِيْتُ مِثْلَ مَا أُوْتِيَ هَذَا فَعَلْتُ كَمَا يفْعَلَ
Tidak ada bentuk hasud melainkan pada saat melihat dua macam
orang. Pertama apabila melihat seseorang diakruniakan Qur’an kemudian ia bisa
membacanya di penghujung malam atau penghujung siang. Dan anda berkata,
“Seandainya aku dikaruniakan Qur’an sebagaimana orang ini maka aku akan
melakukan hal yang sama”. Kedua, apabila melihat seseorang yang dikaruniakan
harta dan digunakan dengan benar. Dan andapun berkata, “Seandainya aku
dikaruniakan harta seperti dia maka akupun akan melakukan hal yang sama. (HR.
Bukhori Muslim)
وَأَصْلُهُ فيِ الصَّحِيْحَيْنِ وَغَيْرِهِمَا مِنْ حَدِيثِ ابْنِ عُمَرَ ,
وَفيِ البُخَارِيِّ وَغَيْرِهِ مِنْ حَدِيثِ أَبِيْ هُرَيْرَةَ ، وَالمُرَادُ بِالحَسَدِ
هُنَا الغِبْطَةُ وَهُوَ تَمَنِّي مَا لِلْمَحْسُودِ ، لاَ تَمَنِّي زَوَالَ تِلْكَ
النِّعْمَةِ عَنْهُ فَإِنَّ ذَلِكَ الحَسَدُ المَذْمُومُ
Dasar hadits
ini pada sohih Imam Bukhori-Muslim adalah didapatkan dari Ibnu Umar, sedang
Imam Bukhori dan yang lainnya mendapatkan dari Abu Hurairoh. Yang dimaksud
dengan hasud di sini adalah ghibthoh yaitu mengharapkan sesuatu yang ada pada
orang yang dihasudi, bukan mengharap hilang kenikmatan tersebut darinya, karena
jenis hasud mengharapkan hilang kenikmatan orang lain adalah hasud tercela.
Tingkatan sifat
Hasud ada empat, diantaranya :
Tingkat
pertama
المَرْتَبَةُ الأُوْلىَ هُوَ الَّذِى يَشُقُّ عَلَى نَفْسِهِ إِنْعاَمُ
اللهِ تَعاَلىَ مِنْ خَزاَئِنِ قُدْرَتِهِ عَلَى عَبْدٍ مِنْ عِباَدِهِ بِعِلْمٍ
أَوْ ماَلٍ أَوْ مَحَبَّةٍ فىِ قُلُوْبِ النَّاسِ كَكَثْرَةِ الإِتِّباَعِ أَوْ
حَظٍّ مِنَ الحُظُوْظِ كَحُصُوْلِ المَنْصَبِ حَتَّى إِنَّهُ لَيَحِبُّ زَواَلَ
تِلْكَ النِّعْمَةِ عَنْهُ وَإِنْ لَمْ يَحْصُلْ لِلْحَسُوْدِ بِذَلِكَ أَىْ
الحُبِّ وَالتَّمَنِى شَيْءٌ مِنْ تِلْكَ النِّعْمَةِ أَىْ لَمْ يَنْتَقِلْ
إِلَيْهِ شَيْءٌ مِنَ الحُبُوْبِ زَواَلُهُ وَالمُتَمَنِى حُصُوْلُهُ
Hasud adalah
orang yang merasa berat pada dirinya Allah memberikan nikmat kepada salah satu hamba-Nya
dari gudang kekuasaan Nya baik berupa ilmu, harta ataupun rasa cinta di hati
manusia. Seperti banyak pengikut atau mendapatkan jabatan sehingga dia sangat
menyukai melenyapkan nikmat tersebut dari orang lain. Meskipun dengan sifat
hasud itu tidak terjadi lenyapnya nikmat orang itu dan dan dia sedikitpun tidak
mendapatkan nikmat tersebut. Artinya sedikitpun kenikmatan orang lain itu tidak
berpindah kepadanya dan juga sedikitpun dia tidak mendapatkan nikmat yang sulit
didapatkan.
فَهَذاَ أَىْ حُبُّ زَواَلِ النِّعْمَةِ عَنِ العَبْدِ مُنْتَهَى الخَبَثِ
أَىْ غاَيَةَ القَبْحِ
Hasud tingkat pertama
ini yaitu gemar melenyapkan nikmat seseorang, sifat ini adalah sifat yang
sangat tercela.
Tingkat
kedua
وَالمَرْتَبَةُ الثَّانِيَّةُ أَنْ يَحِبَّ
زَواَلَ النِّعْمَةِ إِلَيْهِ لِرُغْبَتِهِ فىِ تِلْكَ النِّعْمَةِ مِثْلَ
رُغْبَتِهِ فىِ داَرٍ حَسَنَةٍ أَوْ امْرَأَةٍ جَمِيْلَةٍ أَوْ وِلاَيَةٍ
ناَفِدَةٍ أَوْ سِعَةٍ مِنَ الرِّزْقِ ناَلَهاَ غَيْرُهُ وَهُوَ يُحِبُّ أَنْ
تَكُوْنَ لَهُ وَمَطْلُوْبُهُ تِلْكَ النِّعْمَةِ لاَزَواَلِهاَ عَنْهُ
وَمَكْرُوْهُهُ فَقْدُ النِّعْمَةِ لاَتَنَعَمَ غَيْرِهِ بِهاَ
Menyukai
lenyapnya nikmat yang ada pada dirinya karena dia menyenangi nikmat yang lain
yang lebih baik, seperti dia menyenangi rumah yang lebih bagus dari yang dia
punya, menyenangi istri cantik, menyenangi kekuasaan atau menyenangi rizki yang
berlimpah dan semua itu di peroleh orang lain, dia sangat menyukai nikmat yang
lebih dari itu dapat di miliki olehnya.
Dia berusaha
mencari nikmat itu dan tidak berharap melenyapkan nikmat dari orang lain, akan
tetapi dia benci apa bila tidak mendapatkan suatu nikmat yang tidak akan dapat
dirasakan oleh orang lain.
Tingkat
ketiga
وَالمَرْتَبَةُ الثَّالِثَةُ أَنْ لاَيَشْتَهِى عَيْنَ تِلْكَ النِّعْمَةِ
لِنَفْسِهِ بَلْ يَشْتَهِى مِثْلَهاَ فَإِنْ عَجَزَ عَنْ مِثْلِهاَ أَحَبَّ
زَواَلِهاَ عَنِ المُنْعِمِ عَلَيْهِ كَىْ لاَيَظْهَرُ التَّفاَوُتُ بَيْنَهُ
وَبَيْنَ غَيْرِهِ
Tidak
mengharapkan suatu nikmat untuk dirinya akan tetapi dia mengharapkan nikmat
yang lain, namun apa bila dia tidak mampu mendapatkan nikmat yang di
harapkannya maka dia menyukai lenyapnya nikmat pada orang lain dari Allah Sang
Maha pemberi nikmat, agar tidak nampak suatu perbedaan antara dirinya dan orang
lain.
فاَلشَّقُّ الأَوَّلُ غَيْرُ مَذْمُوْمٌ وَهُوَ المُسَمَّى غَبْطَةً
وَمُناَفِسَةً وَالشَّقُّ الثَّانِى مَذْمُوْمٌ
Sisi pertama
tidaklah tercela, yaitu tidak mengharapkan suatu nikmat untuk dirinya akan
tetapi dia mengharapkan nikmat yang lain dari Allah yang Maha pemberi. Ini
namanya iri hati yang baik dan berlomba. Dan sisi kedua nya tercela, yaitu
menyukai lenyapnya nikmat pada orang lain, agar tidak nampak suatu perbedaan
antara dirinya dan orang lain.
Tingkat
keempat
وَالمَرْتَبَةُ الراَّبِعَةُ أَنْ يَشْتَهِى لِنَفْسِهِ مَثْلَ تِلْكَ
النِّعْمَةِ فَإِنْ لَمْ تَحْصُلْ فَلاَيَحِبُّ زَواَلَهاَ عَنِ المُنْعِمِ
عَلَيْهِ
Mengharapkan
pada dirinya suatu nikmat, namun apa bila tidak berhasil mendapatkannya dia
tidak menyukai lenyapnya nikmat tersebut dari Allh Swt pada dirinya.
وَهَذاَ الأَخِيْرُ هُوَ المَعْفُوُ عَنْهُ إِنْ كاَنَ فىِ الدُّنْياَ
وَالمَنْدُوْبُ إِلَيْهِ إِنْ كاَنَ فىِ الدِّيْنِ
Hasud tingkat terakhir
ini sifat hati yang diampuni jika dalam hal duniawi dan disunnahkan jika dalam hal
agama.
فَلِذَلِكَ أَىْ ِلأَجْلِ كَوْنِ الحَسُدِ غاَيَةَ الخَبَثِ قاَلَ
النَّبِىُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الحَسُدُ يَأْكُلُ الحَسَناَتِ
كَماَتَأْكُلُ النَّارُ الحَطَبُ رَواَهُ ابْنُ ماَجَهْ أَىْ لِماَفِيْهِ مِنْ نِسْبَةِ
الرَّبِّ إِلىَ الجَهْلِ وَالسَّفِهِ وَوَضْعِ الشَّيْءِ فىِ غَيْرِ مَحَلِهِ
Karena
keberadaan Hasud sangat tercela, maka Nabi Saw bersabda ; “Hasud dapat
melenyapkan kebaikan sebagaimana api akan melenyapkan kayu bakar”. (HR. Ibnu
Majah)
Karena dalam
Hasud terkandung sikap yang menganggap bodoh dan dungu kepada Allah Swt, dan
menyimpan sesuatu yang bukan pada tempatnya, maka sifta hasud ini sangat
tercela.
وَالحَسُوْدُ هُوَ المُعَذَّبُ فىِ قَلْبِهِ الَّذِى لاَيَرْحَمُ
وَلاَيَزاَلُ الحَسُوْدُ فىِ عَذاَبِ داَئِمٍ فىِ الدُّنْياَ
Orang yang
berbuat hasud adalah orang yang di siksa dalam hatinya dengan tidak memiliki
rasa kasih sayang, hasud tidak henti-hentinya berada dalam siksa yang kekal di
dunia, apalagi di akhirat.
Allah
mengetahui segalanya…
Pustaka : Muroqil Ubudiyah, Syekh Nawawi Banten
No comments:
Post a Comment
SAMPAIKAN KOMENTAR ATAU KONSULTASI ANDA DI SINI..OK