بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
مَنْ أَدْرَكَ رَكْعَةً
مِنَ الصَّلاَةِ قَبْلَ أَنْ يَقِيْمَ الإِمَامُ صَلْبَهُ فَقَدْ أَدْرَكَهَا
Barangsiapa mengejar satu raka’at dari shalat sebelum
Imam tegak berdiri (dari ruku’)
Maka sesungguhnya ia dinyatakan mengejar satu raka’at. (HR. Muslim)
(وَ) تُدْرَكُ (رَكْعَةٌ) لِمَسْبُوْقٍ
أَدْرَكَ الإِمَامَ رَاكِعًا أَوْ فيِ آَخِرِ مَحَلِ قِرَاءَتِهِ بِأَمْرَيْنِ ؛
Dinyatakan mengejar satu raka’at,
bagi seorang masbuq yang mengejar Imam. Apabila Imam tersebut dalam keadaan
ruku’ atau Imam tersebut berada di akhir posisi bacaan suratnya. Menyandang
status mengejar satu raka’at ini ialah apabila memenuhi kedua catatan. Pertama
sang Masbuq harus memenuhi Takbiratul-Ikhram dan kedua sang Masbuq harus mengejar
ruku Imam yang diperhitungkan, secara sempurna dan yakin. Dengan uraian sebagai
berikut :
(بِتَكْبِيْرَةِ الإِحْرَامِ) فَيُكَبِّرُ
المَسْبُوْقُ ِللإِحْرَامِ وُجُوْبًا ثُمَّ لِلرُّكُوْعِ نَدْبًا فَإِنْ نَوَاهُمَا
بِتَكْبِيْرَةٍ وَاحِدَةٍ مُقْتَصِرًا عَلَيْهَا لَمْ تَنْعَقِدْ صَلاَتُهُ لِتَشْرِيْكِهِ
بَيْنَ فَرْضٍ وَسُنَّةٍ مَقْصُوْدَةٍ فَأَشْبَهَ نِيَّةُ الظُّهْرِ وَسُنَّتِهِ
SANG MASBUQ HARUS MEMENUHI
TAKBIRATUL IHRAM
Seorang masbuq wajib Takbir untuk
Takbiratul Ihram, kemudian sunnah Takbir untuk Ruku’. Apabila dia meniatkan
keduanya dengan satu Takbir, dengan tujuan mempersingkat akan Takbir, maka
shalatnya tidak mengikat (tidak sah) karena dia mempersekutukan fardu dengan
sunnah yg dimaksud. Dan hal tersebut menyerupakan niat dzuhur (fardu) kepada
sunnahnya.
(وَ) بِإِدْرَاكِ (رُكُوْعٍ مَحْسُوْبٍ)
لِلإِمَامِ بِأَنْ يَكُوْنَ الإِمَامُ مُتَطَهِّرًا فيِ غَيْرِ رَكْعَةٍ زَائِدَةٍ
سَهَا بِهَا
SANG MASBUQ HARUS MENGEJAR RUKU’
IMAM YANG DIPERHITUNGKAN
Seorang masbuq wajib mengejar
ruku’ yang diperhitungkan di Imam, dari sisi luar (external) seperti Imam ruku’
dalam keadaan suci dan bukan ruku’ pada raka’at lebih dikala Imam mengalami
lupa. (Batasan ruku’ yang diperhitungkan dari sisi dalam (internal) ialah ruku’
yang sempurna, dan meyakini imam dalam keadan ruku’)
(تَامٍ) بِأَنْ يَطْمَئِنَّ فيِ رُكُوْعِهِ
قَبْلَ ارْتِفَاعِ إِمَامِهِ عَنْ أَقَلِّ الرُّكُوْعِ وَهُوَ بُلُوْغُ رَاحَتَيْهِ
رُكْبَتَيْهِ
RUKU’ YANG SEMPURNA : Ialah
seorang asbuq bisa melakukan ruku’ dengan thumaninah (diam sejenak kira-kira
baca tasbih) sebelum Imam naik dari ruku’ tersingkat, yaitu kedua telapak
tangan sampai memegang kedua lututnya.
(يَقِيْنًا) وَيَحْصُلُ اليَقِيْنُ
بِرُؤْيَةِ الإِمَامِ فيِ البَصِيْرِ مَعَ الضَّوْءِ أَوْ بِوَضْعِ يَدِهِ عَلَى ظَهْرِهِ
فيِ الأَعْمَىْ وَمَنْ فيِ ظُلْمَةٍ أَوْ سِمَاعِهِ تَسْبِيْحَ الإِمَامِ فيِ الرُّكُوْعِ
وَلاَ يَكْفِي فيِ ذَلِكَ الظَّنُّ وَلاَ سِمَاعُ صَوْتِ المُبَلِغِ
MEYAKINI IMAM DALAM KEADAAN RUKU’
: Keyakinan ini bisa dengan dasar melihat imam langsung, dikala bisa melihat
dan suasana terang. Atau dengan dasar menyentuh tangan masbuq ke punggung Imam,
dikala tidak melihat atau dalam keadaan gelap. Atau masbuq mendengar bacaan
tasbih Imam dalam Ruku’. Dan di semua itu tidak cukup (tidak sah) hanya karena
dugaan saja, bahkan juga tidak sah karena mendengar suara mubalig (penyampai
suara imam)
بِخِلاَفِ مَا لَوْ لَمْ يَطْمَئِنَّ أَوْ اطْمَأَنَّ بَعْدَ
ارْتِفَاعِ الإِمَامِ عَنْ أَقَلِّ الرُّكُوْعِ أَوْ شَكَّ هَلْ اِطْمَأَنَّ قَبْلَ
ذَلِكَ الارْتِفَاعِ ِلأَنَّ إِدْرَاكَ مَا قَبْلَ الرُّكُوْعِ بِالرُّكُوْعِ رُخْصَةٌ
فَلاَ يُصَارُ إِلَيْهَا إِلاَّ بِيَقِيْنٍ فَلاَ يَكْتَفِي بِغَلَبَةِ الظَّنِّ خِلاَفًا
لِزَرْكَشِي وَيَسْجُدُ الشَّاكُ لِلسَّهْوِ ِلأَنَّهُ شَاكٌ بَعْدَ سَلاَمِ الإِمَامِ
فيِ عَدَدِ رَكَعَاتِهِ فَلَمْ يَتَحَمَّلْهُ عَنْهُ
Lain halnya apabila sang masbuq
tidak thumaninah (dalam ruku’) atau thumaninah setelah Imam naik dari suku’ paling
singkat. Atau masbuq ragu, apakah dia thumaninah sebelum imam naik. Karena
terkejarnya apa saja sebelum ruku’ cukup dengan tujuan mengejar ruku’ ialah sebuah
dispensai (keringanan) maka keringanan itu tidak akan didapatkan melainkan
harus dengan dasar yakin (di ruku’). Tidaklah cukup (tidak sah) mengejar ruku’ apabila
hanya berdasarkan dugaan yang kuat. Namun hal ini berbeda dengan pernyataan
Al-Imam Zarkasi, (Imam Zarkasi menyatakan sebaliknya). Seorang masbuq yang ragu
harus melaksanakan sujud sahwi, karena ragu setelah salam Imam di jumlah
raka’atnnya sendiri, karena Imam tidak bisa dinyatakan menanggungnya.
وَإِذَا وُجِدَ لِلإِمَامِ هَذِهِ الشُّرُوْطُ أَدْرَكَ الرَّكْعَةَ
وَلَوْ قَصَّرَ بِتَأْخِيْرِ تَحَرُّمِهِ إِلىَ رُكُوْعِ الإِمَامِ مِنْ غَيْرِ عُذْرٍ
لِقَوْلِهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
Apabila syarat-syarat tersebut diatas ditemukan pada Imam, maka masbuq
dinyatakan mengejar satu raka’at, meskipun sang masbuq mempersingkatnya dengan
mengakhirkan Takbiratul-Ihramnya sampai ruku’ Imam, di saat tanpa udzur
(halangan) berdasar sabda Nab SAW ;
مَنْ أَدْرَكَ رَكْعَةً مِنَ
الصَّلاَةِ قَبْلَ أَنْ يَقِيْمَ الإِمَامُ صَلْبَهُ فَقَدْ أَدْرَكَهَا
“Barangsiapa mengejar satu raka’at dari shalat
sebelum Imam tegak berdiri (dari ruku’) Maka sesungguhnya ia dinyatakan
mengejar satu raka’at”. (HR. Muslim)
Allah Mengetahui segalanya
Pustaka : Nihayatuz-Zein dan Ksyifatus-Saja, Syekh
Nawawi
Assalamualaikum ustad Ahmad Daerobiy
ReplyDeleteada yang ingin saya tanyakan, pada saat imam ruku, masbuk takbiratul ihrom apakah wajib membaca surah Al-Fatihah atau Takbiratul ihrom lalu langsung dilanjutkan takbir ruku untuk mengejar ruku bersamaan dengan rukunya imam. trimakasih ustad
Walkmsalam.. Baca Fatihah dulu sedapetnya, ketika yakin bisa ngejar Imam di ruku, sebelum Bangkit dari Ruku.. Kalau Gak sempat Baca Fatihah sedapetnya.. langsung saja ruu.. karena masbuk itu terjamin bacaan Fatihahnya oleh Imam..
ReplyDelete