بسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
قِيلَ يَا نُوحُ اهْبِطْ بِسَلامٍ مِنَّا وَبَرَكَاتٍ عَلَيْكَ
وَعَلَى أُمَمٍ مِمَّنْ مَعَكَ وَأُمَمٌ سَنُمَتِّعُهُمْ ثُمَّ يَمَسُّهُمْ مِنَّا
عَذَابٌ أَلِيمٌ
Difirmankan:
"Hai Nuh, turunlah dengan selamat sejahtera dan penuh keberkatan dari Kami
atasmu dan atas umat-umat (yang mukmin) dari orang-orang yang bersamamu. dan
ada (pula) umat-umat yang Kami beri kesenangan pada mereka (dalam kehidupan
dunia), kemudian mereka akan ditimpa azab yang pedih dari kami." (QS. Hud
48)
‘ASYURA dikutif dari kata ‘Asyroh (bhs Arab),
artinya sepuluh, maksudnya tanggal 10 Muharram, sedang TASU’A dikutif dari kata
Tis’un (bhs Arab) artinya sembilan, Maksudnya tanggal 9 Muharram.
Telah kita maklumi bersama,
di zaman Nabi Nuh AS terjadi musibah banjir besar. Seelah banijir surut, Nabi
Nuh AS keluar dari kapal, diikuti para ummatnya, saat itu mereka merasakan
lapar dan dahaga, bekal makanan mereka telah habis. Kemudian Nabi Nuh AS memerrintahkan
ummatnya untuk mengumpulkan makanan yang tersisa. Salah seorang diantara mereka
ada yang tersisa satu genggam biji bir (gandum), yang lain biji ruz
(beras), yang lain biji mash (sejenis kacang), yang lain biji ‘adas
(kacang) yang lain biji humsh (Kedelai), yang lain biji lubiya
(sejenis kacang), yang lain biji pul (kacang tanah) masing-masing satu
genggam, sampai terkumpul tujuh macam. Demikian itu terjadi pada 10 Muharram.
Kemudian Nabi Nuh AS memasaknya dan semua bias makan hingga cukup kenyang
dengan keberkahan Nabi Nuh AS, ini berdasarkan kandungan makna dari ayat QS.
Hud 48. Demikianlah awal mula terjadi masak-memasak makanan di muka bumi
setelah musibah banjir besar.
Berapa orang bersama Nabi Nuh
AS itu ? yang jelas mereka sedikit, sebagaimana tertuang dalam Al-Qqur’an ;
وَمَاحَتَّى إِذَا
جَاءَ أَمْرُنَا وَفَارَ التَّنُّورُ قُلْنَا احْمِلْ فِيهَا مِنْ كُلٍّ زَوْجَيْنِ
اثْنَيْنِ وَأَهْلَكَ إِلاَّ مَنْ سَبَقَ عَلَيْهِ القَوْلُ وَمَنْ آَمَنَ وَمَا آَمَنَ
مَعَهُ إِلاَّقَلِيْلٌ
“Hingga
apabila perintah Kami datang dan dapur[718] telah memancarkan air, Kami
berfirman: "Muatkanlah ke dalam bahtera itu dari masing-masing binatang
sepasang (jantan dan betina), dan keluargamu kecuali orang yang telah terdahulu
ketetapan terhadapnya dan (muatkan pula) orang-orang yang beriman." dan
tidak beriman bersama dengan Nuh itu kecuali sedikit. (QS. Hud 40) [718] Yang
dimaksud dengan dapur ialah permukaan bumi yang memancarkan air hingga
menyebabkan timbulnya taufan.
Jumlah mereka ada yang mengatakan 13 orang, yaitu 7
istri Nabi Nuh, 3 pengikut dan 3 orang anak beliau, ini dari riwayat Qotadah.
Sedang dari riwayat Ibnu Ishaq ada 10 orang yaitu 5 laki-laki dan 5 perempuan. Ada juga yang mengatakan 20
orang yaitu 10 laki-laki dan 10 perempuan. Ada lagi, 80 orang yaitu 70 laki-laki 10
perempua. Ada
lagi, 160 orang yaitu 80 laki-laki dan 80 perempuan. Tetapi riwayat yang
sohih (benar) mereka berjumlah 79 orang yaitu 1 orang daripada istri Nabi
Nuh, 6 orang daripada 3 anak laki-laki beliau bersama istri-istrinya, masing-masing
satu orang, dan 71 orang daripada laki-laki dan 1 orang perempuan dari
keturunan Nabi Syits.
Hikmah apa yang menjadi
pelajaran disini ? berdasarkan sejarahnya bahwa 10 Muharram adalah hari baik.
Jawabnya tidak lain, sebagai muslim yang baik selayaknya menyambut serta
mengisi 10 Muharram dengan berbagai macam amal ibadah, apa saja bentuk amal
ibadah itu ? disamping rutinitas ibadah yang dilakukan, ada baiknya
memperhatikan beberapa hal berikut ;
Pertama, Berpuasa 10 Muharram,
ini berdasar sabda Nabi SAW :
إِنَّ
هَذَا اليَوْمَ يَوْمُ عَاشُورَاءَ وَلَمْ يَكْتُبِ اللهُ عَلَيْكُمْ صِيَامَهُ فَمَنْ
شَاءَ فَلْيَصُمْ وَمَنْ شَاءَ فَلْيُفْطِرْ
“Sesungguhnya
Hari ini ialah tanggal 10 Muharram, tidak ada kewajiban puasa atas kalian,
tetapi jika mau silahkan berpuasa, dan jika mau silahkan tidak berpuasa."
(HR .Bukhori Muslim)
Imam Syafi’i menambahkan
dalam riwayatnya ;
وَأَنَا صَائِمٌ فَمَنْ شَاءَ فَلْيَصُمْ
"Dan
Aku (Nabi SAW) sedang berpuasa, jika mau silahkan berpuasa.” (HR. Imam Syafei)
Kedua, Berpuasa 9 Muharram,
ini berdasar sabda Nabi SAW ;
لَئِنْ
بَقَيْتُ إِلىَ قاَبِلٍ َلأَصُوْمَنَّ التّاَسِعَ - يَعْنِي يَوْمَ عاَشُوْرَاءَ
“Jika aku masih hidup sampai
tahun depan maka aku akan berpuasa tanggal sembilan, yakni dari 10 Muharram.”
(HR. Muslim)
Ketiga, Melakukan keleluasaan
keluarga, ini berdasar sbda Nabi SAW ;
مَنْ وَسَّعَ عَلَى
عِياَلِهِ فيِ يَوْمِ عاَشُوْرَاءَ وَسَّعَ اللهُ عَلَيْهِ فيِ سَنَتِهِ كَلِّهاَ
“Barangsiapa membuat
keleluasaan dalam keluarga (wajib dinafkahi) pada 10 Muharram maka Allah
lapangkan rezekinya di semua tahunnya.” (HR. Thabraniy dalam kitab Ausath-nya)
Allah SWT menenggelamkan
dunia dengan topan dan banjir, tidak tersisa yang selamat kecuali Nabi Nuh AS
bersama pengikutnya. Saat itu 10 Muharram, Allah SWT memerintahkan mereka turun
dari kapal dan membuat keleluasaan keluarga. Oleh karenanya disunnahkan tiap 10
Muharram melakukan keleluasaan dalam keluarga, demikian penuturan Imam
Al-Hakim.
Dasar yang lainnya tertuang
dalam kitab Nihayatuz-Zein Syekh Nawawi, sebagai berikut ;
وَنُقِلَ عَنْ بَعْضِ الأَفاَضِلَ أَنَّ الأَعْماَلَ فيِ يَوْمِ
عاَشُوْرَاءَ اِثْناَ عَشَرَ عَمَلاً الصَّلاَةُ وَالأَوْلىَ أَنْ تَكُوْنَ صَلاَةُ
التَّسْبِيْحِ وَالصَّوْمُ وَالصَّدَقَةُ وَالتَّوْسِعَةُ عَلَى العِياَلِ وَالاِغْتِساَلُ
وَزِياَرَةُ العاَلِمِ الصَّالِحِ وَعِياَدَةُ المَرِيْضِ وَمَسْحُ رَأْسِ اليَتِيْمِ
وَالاِكْتِحاَلُ وَتَقْلِيْمُ الأَظْفاَرِ وَقِرَاءَةُ سُوْرَةِ الإِخْلاَصِ أَلْفَ
مَرَّةٍ وَصِلَّةُ الرَّحْمِ , وَقَدْ وَرَدَتْ الأَحاَدِيْثُ فيِ الصَّوْمِ وَالتَّوْسِعَةُ
عَلَى العِياَلِ وَأَمّاَ غَيْرُهُماَ فَلَمْ يَرِدْ فيِ الأَحاَدِيْثِ (نهاية الزين
- ج 1 / ص 196)
Dikutif
dari sebagian Ulama besar, bahwa amal ibadah yang layak diperhatikan di 10
Muharram ada 12 :
1. Melaksanakan
Shalat sunnah yang paling utama shalat Tasbih,
2. Melakukan
Puasa Sunnah, berikut tanggal 9 Muharram-nya, dan paling utama 10 hari, dari
tanggal 1 s/d 10 Muharram
3. Melakukan
Sodaqoh,
4. Melakukan
keleluasaan keluarga artinya menambah dana belanja, membelikan baju baru dll.
5. Melakukan
Mandi Sunnah,
6. Melakukan
kunjungan pada Alim Ulama yang soleh,
7. Menengok
orang yang sedang sakit,
8. Mengusap
kepala yatim, artinya memberi kasih sayang seperti dengan menyantuni mereka,
9. Memakai
celak mata,
10. Menggunting
kuku,
11. Membaca
surat Al-Ikhlas
seribu kali,
12. Melakukan
silaturrahmi terutama kepada saudara dan keluarga, sama seperti pada hari raya.
Melakukan
Puasa dan melakukan Keleluasaan keluarga berdasar hadits sedang yang lainnya
tidak terdapat dalam hadits.
Do’a ‘Asyuro (10
Muharram)
أَللَّـهُمَّ
ياَمُفَرِّجَ كُلِّ كَرْبٍ وَياَ مُخْرِجَ ذِى النُّوْنِ يَوْمَ عاَشُوْرَاءَ
وَياَجاَمِعَ شَمْلَ يَعْقُوْبَ يَوْمَ عاَشُوْرَاءَ , وَياَغاَفِرَ ذَنْبِ
دَاوُدَ يَوْمَ عاَشُوْرَاءَ وَياَكاَشِفَ ضُرِّ أَيُّوْبَ يَوْمَ عاَشُوْرَاءَ
وَياَساَمِعَ دَعْوَةَ مُوْسَى وَهاَرُوْنَ يَوْمَ عاَشُوْرَاءَ , وَياَخاَلِقَ
رُوْحِ مُحَمَّدٍ T يَوْمَ عاَشُوْرَاءَ , وَياَرَحْمَنُ الدُّنْياَ وَالأَخِرَةِ
وَأَطِلْ عُمْرِى فىِ طاَعَتِكَ وَمَحَبَّتِكَ وَرِضاَكَ ياَأَرْحَمَ
الرَّاحِمِيْنَ وَأَحْيِنِى حَياَةً طَيِّبَةً وَتَوَفَّنِى عَلَى الإِسْلاَمِ
وَالإِيْماَنِ ياَأَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ , وَصَلَّى اللهُ عَلَى سَيِّدِناَ
مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ وَالحَمْدُ ِللهِ رَبِّ
العاَلَمْيَنَ
“Ya Allah wahai Yang membebaskan segala kesulitan, wahai
Yang melepaskan Nabi Yunus Dzin-Nun di hari ‘Asyura, wahai Yang menyembuhkan
derita Nabi Ya’kub di hari ‘Asyura, wahai Yang mengampuni dosa Nabi Daud di
hari ‘Asyura, wahai Yang menyembuhkan
derita Nabi Ayub di hari ‘Asyura, wahai Yang mendengar do’a Nabi Musa dan Nabi
Harun di hari ‘Asyura, wahai Yang menciptakan ruh Nabi Muhammad Saw di hari
‘Asyura, wahai Yang mengasihi dunia dan akhirat panjangkanlah umurku dalam taat
ibadah dan cinta kepadaMu, wahai Yang maha Pengasih diantara yang pengasih
hidupkan-lah aku dalam kehidupan yang baik, matikanlah aku dalam Islam dan
Iman, wahai Yang maha Pengasih diantara yang Pengasih, semoga Allah limpahkan
rahmat dan salam atas baginda kita Muhammad juga keluarga beliau dan para
sahabat beliau, segala puji bagi Allah Tuhan pengurus sekalian alam.
Allah mengetahui segalanya.
DAFTAR PUSTAKA :
1) Tafsir
Ruhul-Ma’ani – Syekh Syihabuddin Mahmud bin Abdullah Al-Yusiy,
2) Sunan
Al-Kubra –Al-Baihaqiy,
3) Faidul-Qodir – Syekh Al-Manawi,
4) I’anatuh-Thalibin
– Syekh Muhammad Syatho,
5) Nihayatuz-Zein – Syekh Nawawi