أَلسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكاَتُهْ
الحَمْدُ ِِللهِ الَّذِيْ اصْطَفَى مِنْ عِباَدِهِ
مَنْ جَعَلَهُمْ مَفاَتِيْحَ لِلْخَيْرِ، وَلَمْ يُوْصِلْ إِلَيْهِمْ إِلاَّ مَنْ أَرَادَ
أَنْ يُوَصِلَهُ إِلَيْهِ , وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ
نَبِيِّ الهَدِى وَالمَعْرِفَةِ , وَعَلَى آَلِهِ وَأَصْحاَبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ
بِإِحْساَنٍ إِلىَ يَوْمِ الدِّيْنِ أَمّاَبَعْدُ ؛
Terkait pemahaman menyimpang yang terjadi dalam ajaran agama Islam, ada
kaum yang mem-bid’ah-kan orang lain tanpa mengenal betul ajarannya,
bahkan saling sesat dan menyesatkan. Hal ini pada mulanya disebabkan krisis
akhlak, artinya mungkin sekali menjadi penyesatan paham pada seseorang, ketika
orang itu sama sekali tidak memiliki tatkrama dalam melakukan amal ibadahnya.
Karena pada hakikatnya orang yang rajin melakukan amal ibadah dengan
sungguh-sungguh dan diiringi tatakrama, dalam shalat misalnya, mustahil akan
mengalami kesesatan, karena di dalam shalat sendiri diwajibkan membaca surat Al-Fatihah, yang di
dalamnya terdapat ayat, do’a untuk tetap di jalan yang benar atau tidak sesat,
yaitu :
إِهْدِناَ
الصِّراَطَ المُسْتَقِيْمَ
Artinya :
“Ya Allah, Tunjukan kami ke jalan lurus ( benar )”
Walhasil, awal mulanya kesesatan itu timbul dari melakukan amal-amal
ibadah yang tidak diiiringi tatakrama dengan sungguh-sungguh hingga tidak
memperhatikan inti beragama.
Kemudian apa sebenarnya yang dimaksud dengan beragama itu ? berangkat
dari sinilah di kesempatan ini saya mengambil tema “INTI BERAGAMA” semoga kita
semua mendapatkan Taufik dan Hidayah dalam memahami serta mengamalkan ajaran
agama Islam, amien.
Hadirin yang yang dirahmati Allah !
Dalam kitab Musnad Ahmad, disebutkan bahwa suatu ketika para sahabat
membincangkan seseorang yang mereka kenal sangat saleh dan rajin beribadah di
hadapan Rasulullah Saw. Ketika orang yang mereka bicarakan datang, Rasulullah
Saw bersabda, “Kalian telah membicarakan seseorang yang tampak sentuhan
setan di wajahnya, “Rasulullah lalu melanjutkan “Sesungguhnya orang itu dan
kelompoknya membaca Alquran, tetapi bacaan mereka hanya sampai pada
tenggorokannya saja. Mereka telah keluar dari agama sebagaimana anak panah yang
terlepas dari busurnya“ (HR Ahmad)
Hadits di atas, dengan jelas menginformasikan kepada kita semua bahwa inti
keberagamaan seseorang adalah terletak pada akhlaknya, baik ber-akhlak kepada
Allah ataupun akhlak kepada sesama. Akhlak kepada Allah ialah melakukan amal
ibadah yang disertai dengan tekhnis pelaksanannya yang sah, sedangkan akhlak
kepada sesama adalah dengan memenuhi hak-hak mereka.
Salah satu tujuan dari ritus-ritus peribadatan yang telah ditetapkan
atau suri tauladan amal ibadah para Ulama kekasih Allah Swt, sebenar-nya adalah
untuk mengantarkan seseorang pada ketinggian dan kemuliaan akhlak-nya.
Ucapan “Allahu Akbar” yang diulang-ulang dalam setiap gerakan shalat
dan haji, misalnya, dimaksud-kan untuk mengingatkan kita bahwa hanya Allah saja
yang besar, semakin kita sering melaksanakan shalat, haji atau ibadah lainnya
maka akan semakin terasa bahwa kita adalah makhluk yag kecil, hina dan rendah.
Setelah itu, maka kita akan semakin dekat pada Allah dan akhlak kita akan
bertambah mulia.
قاَلَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ؛ مَنْ
صَلَّى صَلاَةً لَمْ تَنْهَهُ صَلاَتُهُ عَنِ الفَحْشاَءِ وَالمُنْكَرِ لَمْ يَزْدَدْ
مِنَ اللهِ إِلاَّ بُعْداً
Rasulullah Saw berabda ; “Barangsiapa yang shalatnya tidak mencegah
pelakunya dari perbuatan keji dan munkar, maka shalatnya hanya akan
menjauhkannya dari Allah” (HR Thabrani)
Begitu pula dengan puasa. Ia bertujuan untuk melatih seseorang agar
bisa mengenadalikan hawa nafsunya dan menundukannya untuk melaksanakan semua
perintah Allah Swt dan menjauhi semua larangan-Nya. Ketika Rasulullah Saw
melihat seseorang mencaci-maki hamba sahayanya, beliau berkata kepadanya,
“Makanlah !” ia menjawab, “Saya sedang berpuasa”, Rasulullah lalu berkata,
“Bagaimana Engkau berpuasa padahal engkau telah mencaci-maki hamba sahayamu”.
Karena itu, ketika disebutkan kepada Rasulullah bahwa ada seseorang
yang menghabiskan waktu malamnya untuk beribadah dan waktu siangnya untuk
berpuasa, namun ia suka menyakiti tetangganya, beliau Saw bersabda, “Ia
(tempatnya) di neraka.” Berikut redaksi haditsnya ;
قِيْلَ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ياَرَسُوْلَ
اللهِ إِنَّ فُلاَنَةً تَقُوْمُ اللَّيْلَ وَتَصُوْمُ النَّهاَرَ وَتَفْعَلُ وَتَصَدَّقُ
وَتُؤْذِيْ جِيْرَانَهاَ بِلِساَنِهاَ فَقاَلَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ؛ لاَخَيْرَ فِيْهاَ هِيَ مِنْ
أَهْلِ النّاَرِ , قاَلُوْا وَفُلاَنَةٌ تُصَلِّى المَكْتُوْبَةَ وَتَصَدَّقُ بِأَثْوَارٍ
وَلاَ تُؤْذِيْ أَحَداً فَقاَلَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ هِيَ مِنْ أَهْلِ الجَنَّةِ
Artinya :
Ditanyakan kepada Nabi SAW, “Wahai Rasulullah si fulan menghabiskan
waktunya malam ibadah dan siangnya berpuasa bahkan sedekah namun dia menyakiti
tetangga dengan lisannya ?” Rasulullah SAW menjawab, “Dia Tidak baik, ia
termasuk penghuni neraka.” Sahabat bertanya lagi, “Jika si fulan itu melaksanakan
shalat fardu lima
waktu, bersedekah dan tidak sampai menyakiti seseorang ?” Rasulullah SAW
menjawab, “Dia termasuk penghuni sorga.” (HR
At-Tirmidzi)
Seorang yang taat pada ajaran agamanya, akan selaras antara apa yang
dipikirkan, apa yang diucapkan, dan dilakukannya. Ajaran agama ada dalam denyut
nadinya, dan selalu menjadi akhlak keseharian-nya. Saudara-ku, mari kita
bercermin kembali.
Allah mengetahui segalanya.
No comments:
Post a Comment
SAMPAIKAN KOMENTAR ATAU KONSULTASI ANDA DI SINI..OK